Selasa, 07 Juli 2009

Candrakirana Gugat

Visual Koreo anggraeni dan panji dalam naungan cinta, pada suatu tempat, musik mengalun, cahaya warna jingga.

Anggraeni : Mampukah kebersamaan ini akan selalu terjaga kakang?

Panji : Pasti, selama rembulan tak ingkari bumi, dan bumi masih berada pada orbit galaxy, perasaan ini adalah energi dari ribuan meteor yang tak padam oleh malam, justru malam menjadikan mesiu dan atom nuklir bagi dinamik nafas yang berujung pada senyummu diajeng

Anggraeni : Tetapi akhir-akhir ini aku menjadi sangat takut kakang, dalam mimpi cahaya selalu menjauhi dimana aku berdiri, tak ada batas yang aku mengerti antara siang dan malam, karena aku berada dalam jebakan yang serba gelap. Tak juga kudapatkan kakang dalam genggaman tanganku…… firasat apakah itu kakang?

Panji : Diajeng, kakang masih ada dihadapan diajeng, dan selama nafas kakang masih beredar pada jantung selama itu juga diajeng ada pada setiap sel tubuh kakang, memompa plasma darah menggantikan CO2 menjadi O2. Hanyalah bunga tidur belaka diajeng. Malam belum habis diajeng, jangan takut untuk memejamkan matamu, karena aku pasti disampingmu……

Anggraeni : Terimakasih kakang, tapi salahkah aku kalau ketakutan itu……

Panji : Tidak ada yang patut di takutkan………….

Keduanya terhanyut dalam pelukan

Didalam istana.

Braja nata : Tapi kanjeng, apakah sudah dipertimbangkan secara seksama dampak yang akan muncul, mungkin akan mengganggu stabilitas yang makin meluas, persoalan semakin kompleks.

Jayantaka : Kamu tahu sendiri apa yang harus dikerjakan dalam menjalankan perintah ini, aku mau semua ini rapi. Semua ini demi kebaikan raden panji. Aku tidak mau melakukan kesalahan yang kedua kalinya, ini juga menyangkut kemaslahatan hidup masyarakat.

Braja nata : Tapi apakah keputusan untuk menyingkirkan putri anggraeni yang telah menjadi menantu gusti sendiri sudah tepat?

Jayantaka : Lebih baik mengorbankan satu orang dibanding mengorbankan seluruh punggawa dan rakyat. Apabila raden panji tak dapat dipisahkan dengan anggraeni maka akan pecah perang besar antara jenggala dan kadiri sebagai akibat kekecewaan prabu jayawarsya kepada kita karena ingkarnya janji.

Braja nata : Ya…… tapi………

Jayantaka : (Mengeluarkan Keris) Ini titah raja, demi kelangsungan dan kejayaan kerajaan. Darah yang akan menempel dikeris ini adalah sebuah pengorbanan yang besar bagi keselamatan kerajaan. Anggraeni menjadi seorang pahlawan bagi jenggala.

Braja nata : Baik, hamba akan jalankan perintah dengan sebaik-baiknya ( Menerima Keris dengan berat hati) Hamba mohon diri.

Jayantaka : Berhati-hatilah……………

Lampu mati, musik mengalun, pergantian setting

Disebuah pertapaan

Kili suci : Sebuah revolusi besar akan terjadi dinegeri ini, revolusi akan selalu memerlukan pengorbanan yang tidak sederhana. Dibayar dengan darah dan harga diri.

Panji : Maksud kili suci apa ?

Kili suci : Kamu harus siap untuk berkorban anakku, kalo memang kamu sudah berniat mengabdikan hidupmu untuk orang lain.

Panji : Saya belum mengerti juga apa yang kili maksud, kenapa harus malam ini kita bicarakan soal pengorbanan? Bukankah memang kita hidup untuk orang lain, demikian juga orang lain akan hidup untuk kita. Manusia tak dapat hidup sendiri……….

Kili suci : Dibalik hitamnya langit malam ini, ada gerak antariksa yang tak dapat kita tangkap dengan kasat mata anakku, mungkin di bawah tanah yang kita pijak ini ada lumpur panas yang sewaktu-waktu bisa tenggelamkan kita, demikian juga yang terjadi disekitar kita terkadang kita tak dapat menerka apa yang terjadi dibalik semua itu, tetapi semesta bergerak untuk keseimbangan, saling bersimbiosis, menyusun rantai kehidupan tak berbatas…… akan ada sebuah rencana besar dinegri ini tanpa kita ketahui, yang akn berdampak besar bagi hidupmu raden.

Panji : Maaf, saya makin bingung kili, Yang saya tahu sekarang adalah, istriku anggraeni pasti telah menungguku. Dan kami juga akan berkenan bersimbiosis. visi hidup manusia adalah cinta, maka manusia akan tetap merasakan kebahagiaan sampai terpisah dari kehidupan oleh maut.

Kili suci : Raden harus……….

Panji : Bagaimana kalau pembicaraan yang cukup mengasikkan ini kita lanjukan esok? Aku harus menjalankan tanggung jawabku sebagai seorang laki-laki. Akan lebih anggun malam ini apabila juga bisa berbagi cerita pada rembulan yang menampakkan wajah separo, wajah separo yang lainnya tertutup cadar hitam yang menyingkap misteri. Saya pamit kili suci……..

Panji Exit.

Kili suci : Aku tidak mungkin berbagi dengan bulan atas bencana yang akan terjadi raden, karena bulan tidak dapat membuat kebijakan untuk menghentikan perjalanan sang nasib yang makin ganas membabat habis usia dunia yang makin tua. Simpan istilah revolusi ini kedalam ingatanmu raden, untuk dapat dibukukan dalam sejarah untuk anak cucu nanti…….. kita bersama-sama mencari tesis atas revolusi yang akan bergulir.

Musik

Dalam sebuah hutan, anggraeni dan tumenggung Brajanata.

Anggraeni : Kita sudah terlalu jauh meninggalkan keraton kanda brajanata, hal penting apakah yang kiranya engkau akan sampaikan sehingga kakang mengajak aku sampai tempat ini?

Braja nata : Maaf putri anggraeni, sungguh berat tanggung jawab yang sekarang seorang braja nata ini emban, hingga nampaknya untuk saat ini saya tak sanggup menjalankan apa yang menjadi titah paduka.

Anggraeni : Itukah yang hendak kakang brajanata sampaikan kepadaku? Sebagai seorang punggawa kerajaan tak pantas paman bicara seperti itu, titah raja adalah bisikan nurani, maka kalahkan semua godaan yang menghentiakn langkah paman.

Braja nata : kenapa tidak perintah untuk membunuh diri hamba saja yang diberikan gusti prabu jayantaka kepada hamba.

Anggraeni : Seberat itukah tanggung jawab yang diberikan kepada kakang? Tanggung jawab apakah yang diberikan kepada kakang? Apabila dapat, anggraeni akan membantumu.

Braja nata : Tugas yang merupakan kutukan dari dewata, mungkin karma paman atas dosa dikehidupan yang lalu.

Anggraeni : Jangan pernah anggap tugas yang diberikan kepada rajamu sebagai beban yang berat! Karena ketidak mampuan paman sehingga dianggap sebagai beban yang sangat berat. Tidak ada alasan untuk mungkir kakang.

Braja nata : Hamba juga manusia normal yang penuh keterbatasan!

Anggraeni : Dihadapan raja tidak ada alasan merendahkan diri

Braja nata : Tanggung jawab ini terlalu berat gusti putri

Anggraeni : Seberat apakah?

Braja nata : Tak dapat dilukiskan.

Anggraeni : engkau tak dapat melukiskannya? Tak ada alasan lagi kakang, anggraeni kecewa dengan kakang yang aku anggap sebagai abdi yang setia terhadap gusti prabu…..

Braja nata : Saya masih abdi setia gusti putri………

Anggraeni : Abdi setia yang bagaimana? Yang tak mampu melaksanakan tanggung jawab ……….. maaf paman, bukankah paman mengajak anggraeni ketempat ini untuk saling berbagi, mendengar keluhan kakang serta memberikan pendapat untuk kakang bukan?

Braja nata : Betul ……..

Anggraeni : Laksanakan apapun titah dari rajamu kakang …….. bukankah kakang adalah abdi yang setia……..

Braja nata : Tapi membunuh gusti putri bukan perintah dari seorang raja, itu adalah bisikan setan yang melalap hati nurani manusia. Membunuh gusti putri adalah perintah bagi hamba untuk membunuh kehidupan hamba sebagai manusia dan dikehidupan yang akan datang mungkin hamba tak jadi didaulat menjadi manusia mungkin binatang yang paling hina. Tidak, hamba tak mampu………

Anggraeni : Maksud paman, perintah yang diberikan paman adalah ………

Braja nata : Pusaka ini sekali lagi harus dimandikan dengan darah untuk kejayaan dan ketentraman jenggala. Tapi kenapa harus darah gusti putri?

Anggraeni terdiam

Braja nata : Sebuah keputusan yang sulit bukan gusti putri?

Anggraeni : Tidak tidak kakang brajanata, itu tugas dan tanggung jawab yang sangat mudah, begitu mudah, tidak akan ada perlawanan, tidak akan ada kesulitan yang berarti, jadi jangan pernah ragu kakang……

Braja nata : Tidak akan pernah gusti putri, itu dosa besar bagi hamba……….. apakah satu-satunya jalan untuk keselamatan negri ini harus memangkas bunga yang tengah segar berkembang dan menebarkan aroma cinta seisi negri.

Anggraeni : Mungkin saja aroma yang ditimbulkan adalah bangkai….. atau mungkin ada alasan lain prabu jayantaka. Anggraeni melakukan kesalahan besar bagi sang prabu yang anggraeni sendiri tak sadari ........

Braja nata : Kesalahan terbesar yang gusti putri lakukan adalah menjadi wanita yang dicintai raden panji, tapi bukankah kesalahan itu bukan mutlak kesalahan gusti putri? Paman tak kuasa………

Anggraeni : (Menangis) Ternyata apa yang menjadi minpi burukku menjadi kenyataan. Kakang brajanata…….. lakukan apa yang menjadi tanggung jawab kakang, itu adalah titah raja. Lakukan kakang hunuskan pusaka bertuah itu kejantungku, aku iklhas, nampaknya kita tak dapat merubah nasib yang telah digariskan dewata kepada kita, anggraeni harus mati membasahi pusaka jenggala, demikian juga didalam garis nasib kakang harus membunuh seorang anggraeni, kita tak dapat mengelaknya paman. Apapun alasan yang menjadikan garis nasib itu kita terima.

Braja nata : Saya mohon, akan saya buatkan sebuah gubuk kecil dihutan ini, tinggallah dihutan ini gusti putri, kakang akan kirimkan dayang untuk menemani gusti putri. Akan kakang lumuri pusaka ini dengan darah binatang…

Anggraeni : Tidak. Kakang akan melakukan dosa besar dengan kebohongan yang kakang buat.

Braja nata : Akan lebih besar dosa yang akan kakang tanggung apabila harus membunuh gusti putri.

Anggraeni : Ini perintah raja, jangan pikirkan nasib paman apalagi nasib orang lain.

Braja nata : Tidak bisa …… ampun seorang brajanata nampaknya harus melanggar sumpah punggawa…

Anggraeni : Atas dasar apa sebenarnya gusti prabu berniat membunuhku?

Braja nata : Tidak seharusnya saya ceritakan, tapi baiklah……. Sebelum raden panji mempersunting gusti putri sebenarnya terlebih dulu telah dipertunangkan dengan putri kadiri yaitu gusti ayu Sekar taji, namun dengan raden panji dengan tanpa sepengetahuan prabu jayantaka telah menikahi gusti putri yang maaf..... dari kaum yang bukan bangsawan, dengan demikian jenggala telah melakukan penghinaan besar terhadap kadiri.Harapan jenggala, kadiri belum mengetahui persoalan ini.Sampai sekarangpun prabu jenggala belum mengetahui perihal tersebut, karena apabila hal tersebut diketahu, maka dianggapnya majapahit telah menghina jenggala, gusti prabu tak mau itu terjadi. Dan pesan yang akan dating prabu jenggala bermaksud menagih janji itu. Situasi ini akan membahayakan hargadiri sang prabu sebagai seorang raja yang harus memegang janji dan juga mengganggu keamanan Negara.

Anggraeni : Aku paham paman yang dihadapi kerajaan, oleh karenanya demi cintaku terhadap raden panji juga pada negriku hunuskan pusaka itu paman, aku iklas.

Braja nata : Tidak !

Anggraeni : Jadi paman akan menjadi seorang penghianat….

Braja nata : Kalau itu perlu, saya akan lakukan !

Anggraeni : Keras kepala! Baiklah, agar penghianat sep[erti paman tumbuh dinegri ini ijinkan aku menghukummu.

Braja nata : Keputusan yang bijaksana gusti putrid, hamba akan dengan senang hati menerima hukuman yang gusti putrid berikan bagi hamba.

Anggraeni : Berikan pusaka itu, pusaka ini tak boleh kembali pada empunya dengan tanpa hasil.

Braja nata : (Memberikan pusaka) biar darah hamba yang membasahi pusaka yang haus ini.

Anggraeni : Kalo harus dengan darah keamanan negri ini dapat terwujud akan aku lakukan, ini adalah garis nasib yang telah digambarkan oleh dewata. Paman menjadi saksi kesetiaan seorang istri kepada suaminya, aku akan mati sebagai tetap istri dari raden panji

Braja nata : Tidak, jangan lakukan gusti putri.

Anggraeni menghunuskan keris kejantungnya.

Brajanata : Putri Anggraeni ………….. Maafkan pendosa braja nata ini, brajanata siap menanggung karma yang mungkin akan menimpa dikehidupan yang akan datang. Selamat jalan mawar jenggala, terbanglah menembus antariksa sampai pada langit ke tujuh ditaman nirwana.........

Musik mengisi keharuan, lampu perlahan mati.

Didalam istana, raden Panji terjebak dalam lamun.

Panji : Telah dua malam berganti setelah kepulanganku dari sang kili istriku juga belum pulang, tidak ada yang mengetahui secara jelas, hanya saja seorang nujum istana putrid anggraeni pergi kearah barat, munkin saja istriku pulang ke padepokan ramanda, mungkin juga kangen dengan suasana desa yang lebih asri, tapi kenapa aku sebagai suaminya tidak diberitahu terlebih dulu? Pakah ini balsan dengan terlalu lama aku meninggalkannya, 7 hari aku harus melakukan perjalanan menjumpai sang killi suci, istriku kesepian. Bulan bulat m,ala mini Anggraeni saying lau aku harus lewatkan tanpamu……….”

Muncul Sulastri, yang sejak beberapa saat memperhatikan raden Panji.

Sulastri : yah, rembulan bulat malam ini raden……..

Panji : Ibunda Sulastri ………….

Sulastri : Seperti halnya engkau raden yang telah dirasuki cinta tiap malam merindukan bulan emas diantara awang-awang hitam, demikian juga aku, sulastri…….. yang juga selalu terhanyut dalam cahaya temaram sinar rembulan saat purnama.

Panji : Ibunda Sulastri juga dapat terhanyut dalam malam keemasan ini……

Sulastri : Sama seperti halnya perempuan normal yang dapat terlena oleh sauna yang teramu dengan nafas cinta dari alam dan antariksa. Aku sangat paham juga denganmu Raden, engkau tengah terjebak dengan kerinduan yang teramat dalam dan segala bentuk pertanyaan yang bermunculan dibenak dengan tidak adanya istrimu anggraeni yang tidak ada disampingmu saat ini.

Panji : Segala bentuk pertanyaan dan kehawatiran yang belum mampu aku cerna ibunda……

Sulastri : Akan lebih baik kalau engkau lupakan sejenak raden persoalan tersebut, sebelum malah akan membuatmu terluka…..

Panji : Apa maksaud ibunda?

Sulastri : Hanya mengingatkanmu saja.

Panji : Tidak, namun ada soal yang tertuang dalam tutur ibunda.

Sulastri : Tidak ada, karena tidak baik kalau aku harus mengungkapkan yang sebenarnya, aku tak tega dengan perasaanmu nantinya raden, pastinya akan sangat sakit.

Panji : Saya makin tidak mengerti dan penasaran atas yang ibunda ungkapkan.

Sulastri : Sudahlah, tak baik membiarkan malam emas ini tertutup kesedihan dan kerinduan yang mendalam, nikmatilah raden, engkau masih muda, dan banyak hal bisa engkau lakukan, termasuk juga malam ini.

Panji : Paji masih bingung, saya mohon berikan penjelasan atas serangkaian pertanyaan yang hadir dalam ungkapan ibunda

Sulastri : Hal yang paling menyiksaku adalah ketika engkau panggil aku dengan `ibunda`,panggilan itu membuat dinding pemisah yang kuat antara kita raden.

Panji : Ibunda…..

Sulastri : Jangan kamu panggil aku ibunda !

Panji : Ibunda sulastri, apa kesalahanku sehingga ibunda begitu marah padaku? Apabila hal yang membuat ibunda tidak berkenan mohon maafkan panji, namun jujur panji tidak mengetahui atas kemarahan ibunda kepadaku.

Sulastri : Kesalahan tidak terletak padamu raden, namun ini sudah menjadi nasib, dan nasiblah yang bersalah kepada kita, kitapun berbuat salah terhadap garis nasib itu.

Panji : Saya makin tidak mengerti….

Sulastri : Karena mata hati raden benar-benar telah tertutup oleh cinta, status, dan sistem yang mengatur kita semakin tidak berdaya. Namun malam berbulan terang malam ini akan menjadi saksi, aku, yang selalu kamu sebut `ibunda` akan mengajak engkau berontak pada jebakan-jebakan itu.. Raden, aku sudah tidak memperdulikan dengan keselamatanku sendiri untuk saat ini, namun kebahagian batin harus aku perjuangkan.

Panji : Itu hak setiap orang ibunda…..

Sulastri : Benar, raden sendiri mampu berfikir bijaksana dalam hal ini, saat inilah yang ingin kudapatkan adalah segala kebijakan dari raden yang dapat menghangatkan perasaanku, karena sudah lama kebekuan perasaan ini atas nasib yang menimpaku. Sejak dua tahun terakhir keberadaanku diistana yang megah ini, segalanya dapat aku dapatkan, namun tidak untuk satu hal yang mendasar, cinta. Seperti halnya dengan furniture dan benda mati lainnya diistana ini, tidak ada hak aku mendapatkan sesuatu paling mendasar yang selama ini aku cari. Aku salah satu wanita yang terjebak dalam keangkuhan penguasa dan system yang mengurung.

Panji : Kenapa Ibunda berkata begitu….

Sulastri : Raden, kumohon jangan panggilaku dengan sebutan itu, panggil aku sulastri, panggil aku sulastri raden (menangis)

Panji : Tapi….

Sulastri : Namaku Sulastri raden.

Panji : Baiklah, sulastri…… kalau itu bisa cukup menenangkan perasaan….

Sulastri : Lebih dari cukup raden, sudah lama ini ingin aku dengar dari mulut raden Panji. Selama ini nama sulastri sering muncul dari mulut para lelaki dengan dibarengi dengan perasaan kagum. Aku memang wanita desa yang beruntung dengan dianugrahi oleh dewata wajah yang cantik, hingga terkadang sering aku kagumi sendiri wajahku diantara ketenangangan danau. namun nasib bicara lain, dengan wajah yang rupawan ini, aku masuk perangkap atas suntingan prabu jayantaka, ayahanda raden, walaupun banyak orang menganggap bahwa dipersunting seorang raja merupakan sebuah berkah dewata meskipun hanya dijadikan sebagai selir, namun bagiku itu adalah sebuah siksaan, hingga segala hak-hak hidupku harus masuk kedalam system yang merupakan benteng dari kebahagiaanku sendiri. Kenapa yang ada bersama rombongan prajurit istana ketika melalui desaku waktu itu bukan raden melainkan ayahanda raden? Kenapa waktu itu aku tampil memikat dihadapan baginda sehingga membuat baginda tertarik kepadaku, kenapa juga kemudian harus meminangku dan membawa keistana ini, kenapa juga kemudian aku harus melihat ketampanan raden? Kenapa bukan raden yang………

Sulastri menangis, beberapa saat sama-sama terdiam, musik mengalun pelan,sinar rembulan makin terang dengan tersingkapnya mega hitam malam.

Panji : Tak baik hal tersebut muncul dari mulut….. ibunda….

Sulastri : Sulastri namaku raden…….

Panji : Sulastri………….

Sulastri : Ya…. Sulastri raden, maafkan aku karena telah memunculkan pertanyaan bagi raden, tapi mengertikah sekarang raden, ya aku maksud, apa bila boleh aku menawar aku tidak ingin manjadi selir beginda, kenapa nasibku tidak seberuntung putrid anggraeni? Kenapa tidak aku saja yang raden temukan waktu itu sehingga……..

Panji : Ibunda, jangan lancang! Aku tidak mengira ibunda mempunyai pikiran buruk seperti itu! Tidak seharusnyalah ibunda bicara seperti itu, apalagi ini menyangkut dengan kewibawaan ayahanda sebagai raja jenggala. Kenapa ayahanda bisa memiliki selir seperti ibunda?

Sulastri : Kamu benar raden, kenapa ayahanda raden, raja jenggala memiliki selir seperti aku? Kenapa? Akupun sama sekali tidak menginginkannya. Yang aku sesalkan adalah kenapa raden juga tidak mengerti perasaanku sebagai seorang wanita. Raden aku berdiri disini sebagai seorang wanita, bukan sebagai ibundamu atau selir raja jenggala.

Panji : Ibunda …….

Sulastri : Sulastri namaku ……….

Panji terdiam, keduanya saling bertatapan, musik mengalun, perlahan panji menunduk tak kuasa menatap mata Panji. Tiba-tiba tamparan Sulastri mendarat di pipi Panji

Sulastri : Dasar! lelaki munafik!

Panji : Ibunda……

Sulastri : Sekaligus bodoh, aku sudah tidak memperdulikan lagi keselamatanku, apapun yang terjadi padaku nanti aku terima, bahkan kalau harus di pancung sekalipun karena tindakan nekad ini. Ini semua untuk raden. Kasihan kamu raden, kamu tidak juga tahu kalau wanita selama ini kamu puja ternyata menghianatimu!

Panji : Ibunda, cukup, aku mohon…….

Sulastri : Belum cukup! Aku akan tenang kalau sudah mengungkapkannya. Kamu toh tidak tahu kemana Anggraeni pergi bukan?

Panji menggeleng

Sulastri : Kamu ingin tahu? Dia lari bersama ki Jayantaka, kamu tahu kenapa? Karena mereka takut kelakuan bejat mereka diketahui olehmu. Mereka mempunyai hubungan gelap.

Panji : Tidak mungkin, pikiran dan niat ibunda kotor.

Sulastri : Kalau kamu tidak percaya, tanyakan pada prajurit gerbang istana mereka jelas mengetahui kepergian putri Anggraeni dan Jayantaka. Meunggang kuda menuju kearah selatan.

Panji : Kenapa tidak ada yang melaporkan padaku, juga pada ayahanda.

Sulastri : Kamu bisa menebaknya sendiri! Bukan maling namanya kalau tidak bisa mencari akal untuk lolos.

Sulastri exit, suasana beku.

Panji : Gusti, cobaan apa lagi yang engkau berikan. Apakah benar yang disampaikan oleh ibunda Sulastri? Apakah sejahat itu diajeng anggraeni terhadapku? Setan apakah yang merasukinya sehingga bisa berbuat yang demikian?........ atau mungkin ……. Tidak, barangkali yang menjadi sumbernya adalah Jayantaka, dengan pelet barangkali. Kurangajar! Pejabat rendahan itu telah begitu berani! Tapi sejauh mana hubungan mereka.

Lampu panggung perlahan mati, musik dominan mengalun makin lama makin keras. Sebuah siluet yang merupakan pengganbaran jendela kamar muncul, sesosok wanita menyisir rambut.

Sulastri : Ada apa engkau datang kemari raden? Redam dahulu kemarahanmu.

Muncul sosok panji

Panji : Aku ingin mengetahu kejadian yang sebenarnya tentang anggraeni

Sulastri : Sudah aku jelaskan kepadamu dengan sebenarnya.

Panji : Belum lengkap! Tapi kenapa hanya ibunda saja yang tahu kejadian itu?

Sulastri : Raden, bukan hanya ibunda, prajurit gerbang juga tahu kepergian mereka.

Panji : Juga hubungan itu ……..

Sulastri : Kalau itu hanya aku yang tahu, karena aku sendiri yang melihat mereka berdua didalam kamar.

Panji : Seperti apa?

Sulastri : (Makin dekat, memegang tangan dan dada Panji) seperti ini ….. dan kamu tahu bukan yang terjadi apabila sepasang lelaki dan perenpuan seperti ini didalam kamar?

Panji : Barang kali salah lihat.

Sulastri : Tidak mungkin salah lihat. Karena bukan hanya itu saja yang terjadi.

Panji : Apa yang terjadi ………

Sulastri mendekap Panji

Sulastri : Seperti ini ……..

Sebuah koreo visual penggambaran hubungan dua insan.

Masuk prajurit yang kebetulan lewat depan kamar, melihat siluet kejadian itu.

Prajurit 1 : wela, wela …….. gusti, apa kau ndak salah lihat! Jagad wes arep kiamat tenan iki. Sudah sampai sebegitunya kemerosotan moral manusia. Raden panji dengan Selir telah….. wes to, nekad, nekad….. kok ya harus yak lihat dengan mata kepalaku sendiri to. Aku sungguh kecewa, ternyata aku mengabdi pada orang yang tidak punya moral, seperti binatang. Kok ya calon raja, tidak bisa, ini tidak bisa dibiarkan, aku tidak mau kalau nantinya yang menggantikan Prabu jayantaka di jenggala adalah serigala berbulu domba, bagaimana nantinya nasib kerajaan ini dengan kepemimpinan raja yang tak bermoral.

Pergantian waktu

Di dalam istana, Prabu Jayantaka dan Braja nata mengadakan dialog bersifat rahasia.

Jayantaka : Tidak percuma tugas ini aku bebankan dipundakmu. Awalnya akuragu denganmu, karena ak8 tahu bagaimana sifatmu, di medan perang engkau seperti macan lapar, namun ketika dihadapkan dengan tanggung jawab ini aku mulai meragukanmu. Brajanata kesetiaanmu benar-benar telah teruji.

Brajanata : Sumpah seorang prajurit untuk mengabdi pada kerajaan dan raja bukan hanya sekedar terlontar dari mulut semata baginda, namun harus di barengi dengan kesungguhan menjalankan tanggung jawab. Betapapun beratnya tanggung jawab itu harus dapat melaksanakannya.

Jayantaka : Maafkan aku Brajanata, aku tahu perasaanmu, namun ini demi keselamatan negeri. Aku sendiri tidak sampai hati berbuat yang demikian, apa lagi ini menyangkut dengan kebahagiaan putraku Raden Panji, namun aku juga harus mempu mengorbankan perasaan sebagai seorang ayah, akupun tak menginginkan hal seperti ini, namun jalan inilah yang aku rasa terbaik untuk ditempuh. Sudah kamu pastikan aman, tidak ada orang yang mengetahuinya?

Brajanata : Hamba pastikan tidak ada, hamba bawa putri Anggraeni kedalam hutan….

Jayantaka : ssssstttt ……… tidak usah kamu lanjutkan.

Brajanata : Kalau begitu saya kembalikan keris kejayaan jenggala ini kepa baginda

Brajanata memberikan keris jenggala kepada jayantaka, dari luar terjadi keributan, terdengar suara prajurit dan raja panji.

Prajurit 2 : Tapi maaf, baginda tidak memperbolehkan siapapun masuk.

Panji : kamu lupa siapa aku?

Prajurit 2 : Ampun Raden, tapi …….

Panji : Minggir! Apakah baginda mau melindungi bajingan itu?!

Prajurit 2 : Jangan raden …..

Panji Masuk. Disusul prajurit.

Prajurit 2 : Mohon maaf baginda, Raden panji memaksa masuk.

Panji : Ohhhh… ternyata benar, sang pendosa sekaligus penghianat ini telah berani mengirim nyawanya dengan kembali ke Jenggala. Brajanata! Apa pembelaanmu atas dosa yang engkau perbuat!

Brajanata : Raden Panji ……..

Panji : Ternyata mulutmu masih fasih juga mengucapkan rasa hormatmu, namun itu tak dibarengi dengan hati kotormu.

Jayantaka : Panji, engkau seorang pangeran, tidak p[antas engkau bertingkah demikian!

Panji : Ampun ayahanda prabu, bukan maksud panji berbuat kurang ajar didepan ayahanda. Namun Panji juga akan mengingatkan pada ayahanda bahwa diistana ini telah ada ular welang yang setiap saat dapat mengancam keselamatan ayahanda prabu juga negri ini. Tidak sadarkah ayahanda apabila senopati yang telah menjadi abdi kepercayaan ayahanda ini telah melakukan perbuatan terkutuk, dia berani melakukan haltersebut kepada ananda selaku putra mahkota jenggala, tidak mustahil suatu saat juga akan dilakukan pada ayahanda prabu.

Jayantaka : Raden, tunggu dulu, yang engkau maksud …….

Panji mengeluarkan keris dari sarungnya

Panji : Brajanata, aku uji sekarang keberanianmu, sejauh mana engkau dapat menghindar dari pusakaku.

Melihat kemarahan Panji tanpa pikir panjang Brajanata lari.

Panji : Kali ini kamu tidak akan bisa lari jauh dari mautmu! Sekali lagi mohon maaf ayahanda ……….

Panji lari mengejar

Jayantaka : Panji! Apakah Putraku tahu kejadian yang sesungguhnya? Celaka, kenapa sampai bocor? Siapa orang ketiga yang megetahui hal ini?

Lampu panggung mati. Disebuah tempat, Brajanata yang berlari menyelamatkan diri dari Raden Panji berhenti, mengatur nafas.

Brajanata : apa yang harus aku lakukan? Begitu mengerikan kemarahan Raden Panji, aku paham dengan kemarahannya, wajar kalau .......

Panji masuk

Paji : mau lari kemana lagi kamu? Mautmu ada padaku sekarang Brajanata!

Brajanata : Ampun Raden, kesalahan apakah yang hamba lakukan sehingga begitu besar kkemarahan raden kepada hamba?

Panji : Jangan berlagak tidak tahu, pendosa sepertimu tidak boleh dibiarkan tumbuh di Jenggala, akan menjadi malapetaka bagi jenggala. Sebelum malaptaka itu menimpa jenggala, akan kukorbankan rasa kemanusiaanku dan hilangkan kekerabatan. Dan harus pada ujung pusaka ini kompromi itu dilakukan.

Brajanata : Raden, sedemikian beratkah kesalahan hamba kepada raden, sehingga harus jenggala terbebani ubtuk juga ikut mengutuk pada hamba?

Panji : Bangsat! Bulut berbisa! Tidak pantas engkau sesumbar satria di ujung umurmu sekarang, engkau bawa lari kemana istriku Anggraeni?

Brajanata : Raden panji ….

Panji : Hahahaha…. Engkau terkejut bukan?! Aku mengetahui perbuatan bejatmu! Aku tak menyangka Brajanata, engkau aku sudah aku anggap sebagai panutanku para kawula, namun telah berani membokongku. Kita selesaikan sekarang sebagai laki-laki! Engkau atau aku yang menjadi tumbal cinta dan nafsu setan itu!

Brajanata : Tunggu raden, kenapa arah kemarahan raden seperti itu? Hamba tidak mengerti ….

Panji : Bangsat!!!! Engkau benar-benar menginginkan aku umbar amarahku! Kenapa engkau berani selingkuhi istriku!

Brajanata : Ampun raden, kenapa pikiran kotor itu menhinggapi raden. Baiklah silahkan sarungkan pusaka itu dijantungku, untuk menebus kesalahan hamba, karena dari awal hamba sudah siap menjadi tumbal dari keselamatan jenggala! Memang hamba yang telah membunuh putri anggraeni ……..

Panji : brajanata !!!!! setan berwujud manusia engkau! Setelah engkau selingkuhi istriku, kau juga membunuhnya?!!!!

Brajanata : Namun hamba tak pernah menyelingkuhinya! Tidak akan tumenggung Brajanata berbuat hina seperti itu.

Panji : Dusta !

Brajanata : Tidak, toh hamba telah mengakui dosa besar itu, percuma hamba mengelak lagi. Memang hamba yang telah membunuh Putri anggraeni, walaupun tidak dengan tangan Hamba sendiri, Putri anggraeni telah menikam dirinya sendiri dengan pusaka Jenggala dihadapan hamba, dan hamba tak bisa menyegahnya, karena memang itu menjadi tugas hamba untuk ……

Panji : Untuk apa?!!!

Brajanata : Untuk melenyapkan putri Anggraeni untuk keamanan jenggala, atas perintah Baginda Prabu Jayantaka….

Panji : Ayahanda prabu?!

Brajanata : Betul raden, seperti raden ketahui, pernikahan raden dengan putri anggraeni itu bisa membuat malapetaka bagi jenggala, karena dianggap penghinaan besar terhadap kadiri, bukankah raden masih berstatuskan tunangan putrid sekartaji? Olaeh karenanya, memnyingkirkan putrid anggraeni merupakan langkah yang terbaik diambil oleh sang prabu ……..

Suasana diam sejenak, Raden panji terhentak diam, miris

Panji : Ayahanda prabu, kenapa tega melakukan semua ini kepada anakmu sendiri ………

Brajanata : hamba sudah bersiap menerima hukuman dari Raden, biar saya tenang, pengorbanan hamba untuk jenggala…….. ini adalah kesetiaan seorang prajurit untuk negeri dan bangsanya. Jangan biarkan pusaka itu terhunus terlalu lama, sarungkan kejantung hamba raden……

Panji terdiam

Brajanata : Raden, jangan menjadi ragu, bukankah itu juga bisa menenangkan hati raden? Lakukan raden, hamba iklas. Jangan hanya diam raden. Sayalah yang telah membunuh istri raden!!!! Sayalah yang menjadikan hari-hari raden menjadi neraka sekarang!!!! Sayalah yang memisahkan cinta raden !!!! sayalah benalu bagi raden!!!..........

Panji bimbang, emosinya perlahan meninggi, ditusukkannya keris ke dada brajanata, brajanata tersungkur

Brajanata : Terimakasih raden, hamba merasa lebih baikansekarang, maafkan hamba, hamba malu……… namun hamba juga bangga telah melakukan sesuatu untuk jenggala……. Raden ter…….

Brajanata mati. Suasana lengang, panji terdiam dengan keris yang berlumuran darah. Masuk Jayantaka.

Jayantaka : Panji! Dosa besar, kamu telah melakukan hal yang benar-benar tercela. Engkau calon raja jenggala…….

Panji : Aku tak memperdulikan menjadi seorag raja ayahanda. Maafkan ananda. Namun ananda tak kuasa untuk mempersalahkan ramanda sebagai seorang raja yang telah mengambil kebahagiaan saya, mengorbankan cinta saya, menjadikan tumbal bagi sebuah kejayaan. Sistem yang telah menjerat kita sehingga nasibpun kemudian bebas melenggang dan berhak melakukan apa saja untuk sitem tetap berjalan. Saya tidak dapat berbuat banyak, namun jujur saya ngin segera lari dari sistem tersebut, lari dari segala aturan, lari dari segala kesakitan, lari dari hidup saya. Tak kuat ananda menanggung kesakitan ini.

Panji mengarahkan keris di dadanya sendiri

Panji : Aku akan mencari kebahagiaanku, bersama yang telah hilang…..

Jayantaka : Panji putraku, apa yang engkau lakukan….

.

Masuk tiba-tiba Sulastri ikut menghentikan niatan panji.

Sulastri : hentikan, jangan raden !!!! hentikan …..

Panji : Maafkan saya ayahanda, sebagai seorang anak saya sudah tidak berbakti. Namun sebagai seorang laki-laki saya akan berupaya setia…….

Sulastri : jangan raden, saya mohon……..

Masuk Prajurit 1

Prajurit 1 : Biarkan pendosa itu mengakhiri hidupnya !

Semua terkejut

Prajurit 1 : Mohon ampun baginda, hamba telah lancing dan tidak hormat, namun saya beranikan diri untuk melibatkan diri dalam masalah ini, demi kecintaan saya pada baginda. Biarkan saja raden Panji mengakhiri hidupnya, ini yang terbaik untuk jenggala. Hamaba juga malu nantinya apabila memilki seorang raja yang bejat.

Jayantaka : Lancang …..

Prajurit 1 : Ampun baginda, hamba siap nantinya menerima hukuman, bahkan harus meti sekalipun. Baginda saksikan betapa besar kekawatiran selir kepada raden panji, itu bukan semata-mata karena hubungan emosional sebagai seorang ibu terhadap anaknya, namun lebih dari itu, hubungan kotor telah mereka lakukan. Hamba melihat dengan mata kepala hamba sendiri, hidup hamba sebagai taruhannya, mereka telah melakukan hubungan yang seharusnya tidak dilakukan, untuk seorang putra, calon raja dan selir baginda ………..

Sulastri : Prajurit! Siapa kamu hingga berani bicara lancang !!!

Prajurit : Hamba tidak bicara tanpa bukti…….

Jayantaka : benar apa yang dia katakan panji?

Panji diam

Jayantaka : Sulastri?

Sulastri diam

Panji : (berlutut) ampun ayahanda, saya khilaf, setan telah merasuki dan mengubah kesadaran saya, hukumlah hamba, hamba pasrah, hamba adalah anak yang durhaka

Jayantaka tersentak

Sulastri : Raden… kenapa raden……….. kurang ajar kamu prajurit rendahan !!!

Jayantaka : Diam kamu sulastri !!! (menghela nafas) tak kusangka, benar-benar tak aku kira, seperti tersambar halelintar serentetan kejadian dijenggala, apakah ini merupaka sebuah kutukan dari dewata terhadap negri ini? Panji ….. engkau telah memberikan beban berat pada ayahmu ini, yang hamper tak kuat aku pikul. Sebagai seorang putra mahkota tidak seharusnya ……. Apabila rakyatku melakukan kesalahan tidak segan hukuman dijatuhkan, tidak terkecuali juga dengan putraku sendiri. Panji dengan jiwa satria kamu harus terima hukuman ini.

Jayantaka menghunuskan pusaka jenggala dan menikamkan dijantung panji, sulastri memeluk panji. Dengan ketakutan sulastri menatap jayantaka mohon ampun, jayantaka menikamkan pusaka yang kedua kalinya dijantung sulastri.

Suasana mencekam.

Pergantian setting, di alam yang lain. Pertemuan Panji dengan anggraeni.

Panji : Anggraeni… kau kah itu……. Kakang sangat merindukanmu ……..anggraeni kenapa diam? Tidakkah engkau merindukan kakang? Sungguh tak dapat terlukiskan kerinduan.ini sayang…

Panji mendekat.

Anggraeni : Jangan mendekat! Anggraeni sudah tak dapat mengenalimu lagi, engkau telah berubah wujud, menjadi sosok setan yang menakutkan. Tak pantas engkau datang sebagai lelakiku.

Panji : Anggraeni …..

Anggraeni : Kau bukan lagi kakang panji yang kukenal. Kau telah menghianatiku, sungguh kotor jiwamu. Aku pantas berbangga dengan kematianku dengan darahku melumuri pusaka jenggala, karena dengan demikian kematianku tidak sia-sia, berarti buat jenggala, dan itu aku lakukan juga demi engkau, namun apa balasan darimu? Engkau juga telah ikut melumuri pusaka jenggala dengan darahmu, namun bukan untuk pengorbanan seorang satria, namun dengan darah kotormu, engkau telah nodai jenggala dengan kebusukanmu. Aku kecewa denganmu, pengorbananku, kasih sayangku dan kesetiaan engkau telah balas dengan penghianatanmu.

Anggraeni lenyap

Panji : Maafkan aku anggraeni, ini adalah antitesis dari cerita yang seharusnya tak dijalankan di garis hidup kita anggraeni!!!!!......

Suasana tenggelam, makin senyap.

Gepeng Nugroho, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar