RUANG TEMARAM
Nyanyian :
Atas ragaku menyimpan lendir memekat nasib
Syarafku menyatu akar sebrangi gunung
Menjaring halilintar
Disana wajahmu, kudandani dengan lempeng batu wadas
Lalu aku mendustaimu, dan engkau menikamku
Lalu aku menggantungmu, dan engkau meracuniku
Diwarna pandang yang tak bernyawa
Aku hunus kianatku
Seorang wanita cantik, didalam kamar, meja dan kursi di samping ranjang. Asbak yang sudah penuh dengan puntung rokok. Sesekali isapan pada batang rokok mengisi ruang kamar dengan asap.
Kegelisahan Nampak jelas pada setiap lakunya. Terdengar suara pintu kamar di buka, masuk rahmi, wanita setengah baya
Rahmi : selamat siang non, ups, kok sudah kayak lokomotif.
Nurma : kenapa tidak mengetok pintu dulu? Sudah berapa kali aku ingatkan?
Rahmi : Maaf non, tadi tergesa-gesa, memang sih sebelum saya masuk ke ruang ini ada sesuatu yang mengganjal, saya yakin ada yang saya lupakan, ternyata saya sekarang ingat, saya lupa belum ketuk pintu.
Nurma : ada perlu apa ?
Rahmi : mmmm, ada perlu apa ya……. Mbak nurma sih marah-marah terus, ingatan saya jadi kacau.
Nurma : terus kenapa juga kamu masih berdiri di situ, keluar! Aku sedang tidak ingin diganggu
Rahmi : eee, I ya mbak, maaf (keluar) apa ya……..
Nurma : sudah selalu aku ingatkan minum obat lupanya setiap hari, kalo minum obat itupun kamu lupa yang tidak ada lagi yang bisa kamu ingat.
Rahmi : oh iya mbak, untung mbak nurma mengingatkan, minum…… mbak nurma mau minum apa biar saya buatkan.
Nurma : segelas kopi, jangan lupa kamu buat yang kental …..
Rahmi : la…. Apa mabk nurma tidak ingat ketika sedang penyakit itu kambuh, bukankah sudah di warning dokter agar tidak minum kopi,
Nurma : biar aku mati sekalian, siapa yang peduli, bukan dokter yang menentukan hidup matiku. Ambilkan cepat, kenapa juga tadi kamu menawariku……
Rahmi : wah jadi serba salah saya, sebagai pembantu yang bersertifikat kan ya memang harus selalu menawarkan baunya pada majikan to, sebagai bentuk pengabdian. Non, hanya mengingatkan lagi….. kenapa tidak bisa mengerem rokoknya? Bahaya non …… simbok itu sampai begitu kwatir dengan mbak nurma …..
Nurma : sudah-sudah, bukan waktunya ceramah, kamu aku bayar tidak untuk memberikan ceramah, sudah banyak tukang ceramah yang selalu juga merasa perlu untuk mengatur hidupku, aku sudah capek dengan mereka, jangan kau juga mau buat dirumahku sendiri ada tukang ceramah. Bukan tugasmu untuk ceramah.
Rahmi : saya memang tidak berkompeten dengan ceramah, tapi setidaknya kan ……
Nurma : kamu melupakan kopiku?
Rahmi : ya sudahlah …….. saya ambilkan minumnya….. bagaimana kalau kopinya saya ganti dengan the manis atau susu?
Nurma : kopi hitam kental ……
Rahmi : hemmm, sulit diatur …..
Nurma : apa mbok?
Rahmi : ya kopi kental manis …..
Rahmi keluar
Nurma : bertambah lagi orang yang mulai mengaturku, kalian pikir aku sudah menjadi perempuan lemah? Tidak, aku tidak selemah yang kalian pikir. Tidak ada hak dokter menentukan hidup matiku. Kenapa baru sekarang kalian merasa peduli dengan hidupku, sementara dulu ketika aku memerlukan dukungan dari banyak orang sama sekali tidak ada yang peduli.
(menangis) dan sialnya lagi, pernyataan dokter bego itu telah semakin menambah hancurnya hidupku.
(menelepon) san, kenapa belum juga sampai………………………. Sampai mana …….. gang masuk rumah? …………… aku kira kamu tak jadi datang, sudah se jam aku menunggu ….. aku tunggu ………..
Aduh, sialan penyakit ini datang lagi, (mencari-cari obat, makin kesakitan) dimana aku taruh, mbok..!!! mbok, dimana obat itu kamu taruh? Mbok …… ukh …
Nurma terjatuh. Pingsan
Rahmi masuk,
Rahmi : kopinya mbak …… lo, mbak…. Aduh tenan to, belum apa-apa sudah kumat, mbak… aduh …. Piye iki ….. mbak……
Masuk santi.
Santi : nurma…. Kenapa? Kenapa mbok?
Rahmi : biasa mbak, maag-nya kambuh ………
Santi : kamu kasih kopi? Sama saja kamu meracuninya!
Rahmi : eeee…. Belum sempat diminum, sumpah mbak, belum di minum …..
Santi : tapi niatmu kasih minum ke dia to?
Rahmi : eeee…… tapi ……… saya di paksa mbak,……
Santi : bantu aku mengangkatnya …….
Dinaikkan ke ranjang ,
Rahmi : mbak, mbak…. Sadar mbak ……. Mbok bawakan kopi untuk mbak nurma …
Santi : mbok, edan ….. berarti memang sengaja kamu mencelakakan dia?
Rahmi : aduh, keliru ngomong, enggak mbak, sumpah….. tidak ada niatan seperti itu ,,,,,,
Santi : sudah kamu beres-bereskan saja tempat ini, biar aku urus dia .
Rahmi : nggih mbak …..
Rahmi membereskan dan membersihkan kamar kemudian keluar.
Santi : Nurma , ……… kenapa kamu selalu menyiksa diri kamu, sama sekali kamu tidak bias menjaga dan menghormati diri sendiri. Sebagai sahabat aku begitu jengkel sekaligus kasihan terhadapmu. Kenapa harus menjadi seperti ini. Bukankah kamu tahu apa yang harus kamu lakukan terhadap dirimu, kamu juga pernah menjadi belajar di kesehatan.
Song
ATAS RAGAKU, KUPERSEMBAHKAN PADA SANG PENGUASA HATIKU
HAMPIR KU HILANG BENTUK
ATAS CINTAKU, KU MEMUJAMU PADA SETIAP JENGKAL NAFASKU
NYATA MESKI TANPA MAKNA
1 : Dimulai dengan kupanah rembulan, dan melesat pada langit, lalu secara tak sengaja anak panah menseketsa wajahmu di kosong malam yang sesekali kilatan halelintar ajudan dewi malam memberi semburat pada senyummu. Aku menidurkan ragaku pada ranjang yang penuh rajutan kenanga dari rontokan rambutmu. Aku menjadi pangeran dengan kuda sembrani memeluk tubuhmu yang tak bersukma
2 : tidak ada niatan aku datangi mimpimu, apa salahnya aku isi malam dengan menerbangkan sukmaku pada setiap laki-laki pemimpi?
3 : pada kesempatan malam berikutnya, kamu telah turut sertakan senyummu pada mimpiku. Aku begitu yakin itu sebuah telepati yang sengaja engkau deteksikan terhadapku.
4 : Ada kesalahan terhadap scenario, atau lebih jelasnya pada pandanganmu, barangkali cahaya tak begitu kuat membantu pandangku, sungguh tiada niatan kusediakan sisa malam yang telah kupeluk rapat-rapat. Hanya fatamorgana saja yang tertangkap oleh pandangmu, sebut saja bayangan atas keinginan berlebih.
5 : aku telah menyekapmu, engkau terhimpit tak berdaya, aku lihat mulutmu masih membisu, tapi aku tahu pasti pandangmu tak dapat menipu, kau sama sepertiku, menginginkanku. Sekarang aku berhak atas dirimu sepenuhnya.
Nurma membuka mata pelan
Nurma : sudah sejak kapan kamu di sini san?
Santi : sejak satu jam yang lalu, bertepatan beberapa saat setelah kamu pingsan tadi
Nurma : ternyata aku lama juga tak sadarkan diri. Hehehe ….. aku sudah begitu rapuh
Santi : dan kamu akan begitu terus atau justru makin buruk lagi kalau kamu tidak motivasi diri kamu untuk sehat.
Nurma : percuma ….. tidak ada yang diharapkan lagi….
Santi : maksud kamu?
Nurma : hanya kamu dan aku saja yang tahu pernyataan dari dokter riyan, kalo umurku sudah tidak panjang lagi …… penyakit ini akan membunuhku ….
Santi : bukankah kamu sendiri yang menertawakan pernyataan dokter riyan tersebut, kamu bilang dia dokter bodoh, ngawur …..
Nurma : memang dia dokter bodoh, ngawur, sembarangan dia mendiagnosa penyakitku. Tapi kenapa juga lama-lama aku mulai membenarkan pernyataannya? Bisa jadi memang kematian itu sudah dekat.
Santi : kenapa kamu juga ikut-ikutan bodoh seperti dokter itu?
Nurma : dan kamu sekarang yang malah pura-pura bodoh, kamu juga paham benar tentang kesehatan, dan pastilah, meskipun ini bukan menjadi bidangmu, tapi aku yakin kamu juga tahu tentang penyakitku, organ pencernaanku sudah tak berfungsi baik, dan makin lama makin parah, setiap malam aku seolah melihat kematianku yang makin dekat, mimpi buruk selalu dating padaku, tapi aku sudah terbiasa dengan itu semua, kau tak usah kwatir
Santi : aku menyesal datang kemari kalau hanya untuk mendengar omonganmu yang ngawur.
Nurma : santi, (mencoba bangun)
Santi : jangan dipaksa dulu, tidur saja dulu ….
Nurma : tak apa, sudah terbiasa bagiku ……. Aku kuat ….. penyakit ini tidak akan aku biarkan mencetakku menjadi wanita lemah. Aku merasa ditantang oleh penyakit ini.
Santi : itulah yang menjadikan banyak orang mulai bosan memberikan perhatian padamu…
Nurma : bosan ? aku tidak butuh perhatian, kalau begitu kamu juga pasti telah bosan denganku, memang kelakuanku sudah banyak membuat orang kesal, santi, aku sekarang tidak akan menuntut banyak padamu …..
Santi : bukan begitu, akh sudahlah ……. Kita ganti topik pembicaraan …..
Nurma : tapi benarkah kamu mulai bosan denganku …..
Santi : nurma …..
Nurma : jawab santi ……
santi : aku bisa saja bosan padamu, tapi aku tidak akan membiarkan itu datang, apa lagi aku harus meninggalkanmu dalam keadaan yang seperti ini. Kita sudah seperti saudara. Tapi tolonglah, hargai juga perhatianku, aku juga ingin kamu tahu keinginanku. Aku ingin kamu bisa sembuh……
nurma : aku sudah banyak kehilangan orang-orang yang ku sayangi, entah karena memang kesalahanku atau memang karena dunia yang tidak adil padaku, haruskan juga aku kehilanganmu?
Santi : kamu sendiri yang berfikir aku akan meninggalkanmu, nurma, semenjak tujuh tahun yang lalu kita disatukan, berbagai persoalan kita hadapi, apa harus kita endingkan dengan semacam ini.
Nurma : aku sudah tak sanggup lagi ………….. tidak ada lagi motivasi, tak mampu lagi aku berikan arah pandangku pada cakrawala, separo hatiku telah mati dan sebagian besar nyawaku telah pergi, yang tertinggal hanya sisa tubuh yang sudah tanpa arti. Tak ada yang membutuhkanku.
Santi : kamu sendiri yang mematikannya ….
Nurma : sudah menjadi garis nasibku.
Santi : akh, aku pamit, aku bosan dengan materi pembicaraan yang itu-itu saja …..
Nurma : san……. Baik, kita ganti topic, tolong …… aku membutuhkanmu sekarang …
Santi : untuk apa lagi? Sudah tidak ada kata dariku yang mampu melunakkan hatimu, karena sudah hatimu sudah menjadi wadas.
Nurma : sudah 3 tahun aku hidup dalam ancaman penyakit sialan ini, aku sungguh menderita, namun penderitaanku sudah aku mulai sejak usiaku 16 tahun, aku benar-benar menjadi anak buangan waktu itu ketika seolah bapak ibuku sendiri tidak ada yang mengakuiku sebagai anak mereka, mereka lebih mementingkan ego sendiri, mencari kebahagiaan masing-masing. Kenapa harus bercerai? Mereka menganggapku belum cukup umur untuk unjuk bicara waktu itu. Aku muak, karena aku merasa tak dianggap sebagai anak. Aku ingin buktikan bahwa aku juga bisa dapatkan kebahagianku sendiri. Tapi masih juga mereka menganggapku salah jalan, dan benar-benar membuangku. Kalau saja mereka tahu keliaran gaya hidup yang aku ciptakan adalah sebagai bentuk protesku pada mereka.
Santi : kenapa harus kamu buka kembali cerita yang justru akan membuka luka kembali?
Nurma : itu baru sebuah prolog. San, jawab, apa salah apabila disisa hidupku sekarang inipun aku benar-benar ingin memanfatkan waktu yang sempit itu untuk kepuasan dan kenikmatan hidup?
Santi : maksud kamu?
Nurma : aku ingin capai semua kebahagiaan hidup sebelum ajalku
Santi : kamu ……..
Nurma : tapi sial, itupun juga membuat masalah lagi …… sant, hanya kamu sekarang yang bias membantuku ….
Santi : maksud kamu apa?
Nurma : dengan lelaki itu aku pernah menadapatkan kedamaian hidup yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya, cinta, perhatian …….
Santi : maksud kamu, albert ?
Nurma : ya, siapa lagi ……. Dan aku berfikir dengan lelaki inilah aku bisa jalani sisa waktuku yang sempit itu, tentu saja akan menjadi ending yang membahagiakan
Santi : syukurlah kalau begitu, kau sudah mendapatkan apa yang kau mau …..
Nurma : tapi ternyata tidak, itu menyisakan persoalan lain lagi. Aku mengadung anaknya sant ….
Santi : nurma …….
Nurma : iya sant, kamu pasti akan menyalahkan aku ……. Silahkan, tapi sant….. aku tak mau anak ini lahir dari rahimku ……. Aku tak mau anak ini lahir dari ibu yang sudah sekarat, bapak yang tidak jelas, dan yang aku tidak inginkan lagi adalah anak ini nanti akan menjadi sebatang kara di dunia.
Santi : lalu …..
Nurma : tolong sant, gugurkan ……
Santi : gila !
Nurma : biar dosa itu aku tanggung, tapi jangan biarkan anak ini juga menderita karena ulah orang tuanya. Kamu tidak mau bukan melihatnya sebatang kara di dunia?
Santi : seolah kamu yakin benar kamu akan pergi darinya !
Nurma : dari awal juga aku sudah begitu yakin !
Santi : lalu kenapa kamu hadirkan dia ?
Nurma : bukan niatanku
Santi : aku tidak mau!
Nurma : tolonglah san, kalau pun aku bisa lakukan sendiri, pasti sudah aku lakukan
Santi : otakmu sudah terbalik ya ………….
Nurma : terserah, tapi aku begitu memohon padamu san …..
1 : apa yang hendak kau cari pada hari menjelang maut? Bila telah tidak ada keberpihakan nasib padamu. Hanya membuka pintu-pintu maut yang lainnya. Apa yang hendak kau cari pada sisa usiamu? Bila makin tanpa arah kau berlari dan semakin tersesat.
Nurma : aku bisa menentukan jalanku sendiri, aku mempunyai hak untuk hidupku sendiri, aku tidak hidup hanya untuk menerima garis sial takdirku, aku punya kekuatan untuk melawan ketidak adilan nasib.
2 : tinggal beberapa saat, kau masih sibuk menghitung kebahagiaan, susun saja perta nggung jawaban semasa hidupmu. Waktu tinggal sesaat, seperti halnya sinar matahari menguning di senja menyambut malam gelap. Tinggal sesaat, dan waktu terus berputar
Nurma : memang waktu tidak di desain khusus untukku, aku tak peduli …..
3 : kenapa harus memaksakan kebahagiaan dengan caramu sendiri di waktu yang sangat sempit? Kenapa juga waktu tak berhenti meski hanya sesaat, unuk memberikan waktu bernafas lega. Tinggal sesaat, hidupmu menjadi buruan waktu yang semakin dekat
Nurma : kenapa harus menjadi nasibku?
4 : telah kau cetak sendiri setiap nasibmu, itu tanggung jawabmu. Terus melenggang, waktu terus melenggang meninggalkanmu, tanpa daya, karena kau makin tak berdaya …..
Nurma : karena itulah aku berhak atas kebahagiaan
5 : waktu telah habis, tak ada kesempatan…..
Nurma : sant, apa salah kalau aku juga ingin bahagia, apa salah kalau aku ingin memanfaatkan waktu yang sempit ini? Apa salah kalau aku ingin curahkan hak bahagiaku di sisa waktu? Aku menginginkan 60, 70, 80 atau bahkan seribu tahun usiaku, dan nampaknya aku tak bisa mendapatkannya, lalu apakah salah kalau aku ingin rekap kebagiaan-kebahagiaan itu. Aku ingin kecap setiap proses hidup dalam waktu singkat ….
Santi : Nurma, jiwamu akan makin sakit dengan keinginan-keinginan itu, jalani saja apa adanya. Ini peringatan dari Tuhan padamu.
Nurma : Tuhan tidak adil padaku….
Santi : nurma ……
Nurma : kenapa secara beruntun dalam proses hidupku aku selalu menelan kekecewaan, ketakutan, siksaan …… aku protes, aku juga ingin seperti yang lain ….
Santi : setiap manusia ditempatkan di posisi yang tidak sama.
Nurma : dan aku di posisi yang serba sial
Santi : masih banyak yang kurang beruntung …..
Nurma : kamu jauh lebih beruntung dari aku, kalaupun ada tawaran apa kamu mau berada di tempatku?
Santi : nurma, ikhtifar …….
Nurma : ( menangis ) memang benar waktuku hampir habis, tapi tidak bisakah di sisa usia ini aku tersenyum? sampai pada ajalku. Bahkan kau juga tidak mau membantuku, lalu apa lagi yang bisa aku harapkan dari sisa waktu yang yang sempit ini ……. Kamu benar-benar tidak mau membantuku san …….. san, jawab …….. kamu tega melihat penderitaanku yang tanpa ujung? San…… jawab san …..
Santi : maafkan aku …….
Suasana nglangut, nurma menangis
Santi : bukan maksudku untuk mengecewakanmu
Santi exit, nurma depresi
Musik mengalun
Beberapa saat kemudian nurma kesakitan kembali, tersungkur di atas ranjang, menahan sakit, terjatuh
Music
Masuk Rahmi membawa 2 gelas air minum
Rahmi : Susunya non, di minum duru. Lho mana mbak santi? Sudah pulang, wah sudah mbok buatkan minum segala je, yah terpaksa nanti mbok minum sendiri daripada mubazir.
(memegang nurma) mbak… bangun dulu…. Masih anget minumnya …….. mbak …… mbak….. mbak nurmaaaaaaaaa!!!!
Musik
selesai
Gepeng Nugroho. 2009