Kamis, 18 Maret 2010
Jumat, 12 Februari 2010
RUANG TEMARAM
RUANG TEMARAM
Nyanyian :
Atas ragaku menyimpan lendir memekat nasib
Syarafku menyatu akar sebrangi gunung
Menjaring halilintar
Disana wajahmu, kudandani dengan lempeng batu wadas
Lalu aku mendustaimu, dan engkau menikamku
Lalu aku menggantungmu, dan engkau meracuniku
Diwarna pandang yang tak bernyawa
Aku hunus kianatku
Seorang wanita cantik, didalam kamar, meja dan kursi di samping ranjang. Asbak yang sudah penuh dengan puntung rokok. Sesekali isapan pada batang rokok mengisi ruang kamar dengan asap.
Kegelisahan Nampak jelas pada setiap lakunya. Terdengar suara pintu kamar di buka, masuk rahmi, wanita setengah baya
Rahmi : selamat siang non, ups, kok sudah kayak lokomotif.
Nurma : kenapa tidak mengetok pintu dulu? Sudah berapa kali aku ingatkan?
Rahmi : Maaf non, tadi tergesa-gesa, memang sih sebelum saya masuk ke ruang ini ada sesuatu yang mengganjal, saya yakin ada yang saya lupakan, ternyata saya sekarang ingat, saya lupa belum ketuk pintu.
Nurma : ada perlu apa ?
Rahmi : mmmm, ada perlu apa ya……. Mbak nurma sih marah-marah terus, ingatan saya jadi kacau.
Nurma : terus kenapa juga kamu masih berdiri di situ, keluar! Aku sedang tidak ingin diganggu
Rahmi : eee, I ya mbak, maaf (keluar) apa ya……..
Nurma : sudah selalu aku ingatkan minum obat lupanya setiap hari, kalo minum obat itupun kamu lupa yang tidak ada lagi yang bisa kamu ingat.
Rahmi : oh iya mbak, untung mbak nurma mengingatkan, minum…… mbak nurma mau minum apa biar saya buatkan.
Nurma : segelas kopi, jangan lupa kamu buat yang kental …..
Rahmi : la…. Apa mabk nurma tidak ingat ketika sedang penyakit itu kambuh, bukankah sudah di warning dokter agar tidak minum kopi,
Nurma : biar aku mati sekalian, siapa yang peduli, bukan dokter yang menentukan hidup matiku. Ambilkan cepat, kenapa juga tadi kamu menawariku……
Rahmi : wah jadi serba salah saya, sebagai pembantu yang bersertifikat kan ya memang harus selalu menawarkan baunya pada majikan to, sebagai bentuk pengabdian. Non, hanya mengingatkan lagi….. kenapa tidak bisa mengerem rokoknya? Bahaya non …… simbok itu sampai begitu kwatir dengan mbak nurma …..
Nurma : sudah-sudah, bukan waktunya ceramah, kamu aku bayar tidak untuk memberikan ceramah, sudah banyak tukang ceramah yang selalu juga merasa perlu untuk mengatur hidupku, aku sudah capek dengan mereka, jangan kau juga mau buat dirumahku sendiri ada tukang ceramah. Bukan tugasmu untuk ceramah.
Rahmi : saya memang tidak berkompeten dengan ceramah, tapi setidaknya kan ……
Nurma : kamu melupakan kopiku?
Rahmi : ya sudahlah …….. saya ambilkan minumnya….. bagaimana kalau kopinya saya ganti dengan the manis atau susu?
Nurma : kopi hitam kental ……
Rahmi : hemmm, sulit diatur …..
Nurma : apa mbok?
Rahmi : ya kopi kental manis …..
Rahmi keluar
Nurma : bertambah lagi orang yang mulai mengaturku, kalian pikir aku sudah menjadi perempuan lemah? Tidak, aku tidak selemah yang kalian pikir. Tidak ada hak dokter menentukan hidup matiku. Kenapa baru sekarang kalian merasa peduli dengan hidupku, sementara dulu ketika aku memerlukan dukungan dari banyak orang sama sekali tidak ada yang peduli.
(menangis) dan sialnya lagi, pernyataan dokter bego itu telah semakin menambah hancurnya hidupku.
(menelepon) san, kenapa belum juga sampai………………………. Sampai mana …….. gang masuk rumah? …………… aku kira kamu tak jadi datang, sudah se jam aku menunggu ….. aku tunggu ………..
Aduh, sialan penyakit ini datang lagi, (mencari-cari obat, makin kesakitan) dimana aku taruh, mbok..!!! mbok, dimana obat itu kamu taruh? Mbok …… ukh …
Nurma terjatuh. Pingsan
Rahmi masuk,
Rahmi : kopinya mbak …… lo, mbak…. Aduh tenan to, belum apa-apa sudah kumat, mbak… aduh …. Piye iki ….. mbak……
Masuk santi.
Santi : nurma…. Kenapa? Kenapa mbok?
Rahmi : biasa mbak, maag-nya kambuh ………
Santi : kamu kasih kopi? Sama saja kamu meracuninya!
Rahmi : eeee…. Belum sempat diminum, sumpah mbak, belum di minum …..
Santi : tapi niatmu kasih minum ke dia to?
Rahmi : eeee…… tapi ……… saya di paksa mbak,……
Santi : bantu aku mengangkatnya …….
Dinaikkan ke ranjang ,
Rahmi : mbak, mbak…. Sadar mbak ……. Mbok bawakan kopi untuk mbak nurma …
Santi : mbok, edan ….. berarti memang sengaja kamu mencelakakan dia?
Rahmi : aduh, keliru ngomong, enggak mbak, sumpah….. tidak ada niatan seperti itu ,,,,,,
Santi : sudah kamu beres-bereskan saja tempat ini, biar aku urus dia .
Rahmi : nggih mbak …..
Rahmi membereskan dan membersihkan kamar kemudian keluar.
Santi : Nurma , ……… kenapa kamu selalu menyiksa diri kamu, sama sekali kamu tidak bias menjaga dan menghormati diri sendiri. Sebagai sahabat aku begitu jengkel sekaligus kasihan terhadapmu. Kenapa harus menjadi seperti ini. Bukankah kamu tahu apa yang harus kamu lakukan terhadap dirimu, kamu juga pernah menjadi belajar di kesehatan.
Song
ATAS RAGAKU, KUPERSEMBAHKAN PADA SANG PENGUASA HATIKU
HAMPIR KU HILANG BENTUK
ATAS CINTAKU, KU MEMUJAMU PADA SETIAP JENGKAL NAFASKU
NYATA MESKI TANPA MAKNA
1 : Dimulai dengan kupanah rembulan, dan melesat pada langit, lalu secara tak sengaja anak panah menseketsa wajahmu di kosong malam yang sesekali kilatan halelintar ajudan dewi malam memberi semburat pada senyummu. Aku menidurkan ragaku pada ranjang yang penuh rajutan kenanga dari rontokan rambutmu. Aku menjadi pangeran dengan kuda sembrani memeluk tubuhmu yang tak bersukma
2 : tidak ada niatan aku datangi mimpimu, apa salahnya aku isi malam dengan menerbangkan sukmaku pada setiap laki-laki pemimpi?
3 : pada kesempatan malam berikutnya, kamu telah turut sertakan senyummu pada mimpiku. Aku begitu yakin itu sebuah telepati yang sengaja engkau deteksikan terhadapku.
4 : Ada kesalahan terhadap scenario, atau lebih jelasnya pada pandanganmu, barangkali cahaya tak begitu kuat membantu pandangku, sungguh tiada niatan kusediakan sisa malam yang telah kupeluk rapat-rapat. Hanya fatamorgana saja yang tertangkap oleh pandangmu, sebut saja bayangan atas keinginan berlebih.
5 : aku telah menyekapmu, engkau terhimpit tak berdaya, aku lihat mulutmu masih membisu, tapi aku tahu pasti pandangmu tak dapat menipu, kau sama sepertiku, menginginkanku. Sekarang aku berhak atas dirimu sepenuhnya.
Nurma membuka mata pelan
Nurma : sudah sejak kapan kamu di sini san?
Santi : sejak satu jam yang lalu, bertepatan beberapa saat setelah kamu pingsan tadi
Nurma : ternyata aku lama juga tak sadarkan diri. Hehehe ….. aku sudah begitu rapuh
Santi : dan kamu akan begitu terus atau justru makin buruk lagi kalau kamu tidak motivasi diri kamu untuk sehat.
Nurma : percuma ….. tidak ada yang diharapkan lagi….
Santi : maksud kamu?
Nurma : hanya kamu dan aku saja yang tahu pernyataan dari dokter riyan, kalo umurku sudah tidak panjang lagi …… penyakit ini akan membunuhku ….
Santi : bukankah kamu sendiri yang menertawakan pernyataan dokter riyan tersebut, kamu bilang dia dokter bodoh, ngawur …..
Nurma : memang dia dokter bodoh, ngawur, sembarangan dia mendiagnosa penyakitku. Tapi kenapa juga lama-lama aku mulai membenarkan pernyataannya? Bisa jadi memang kematian itu sudah dekat.
Santi : kenapa kamu juga ikut-ikutan bodoh seperti dokter itu?
Nurma : dan kamu sekarang yang malah pura-pura bodoh, kamu juga paham benar tentang kesehatan, dan pastilah, meskipun ini bukan menjadi bidangmu, tapi aku yakin kamu juga tahu tentang penyakitku, organ pencernaanku sudah tak berfungsi baik, dan makin lama makin parah, setiap malam aku seolah melihat kematianku yang makin dekat, mimpi buruk selalu dating padaku, tapi aku sudah terbiasa dengan itu semua, kau tak usah kwatir
Santi : aku menyesal datang kemari kalau hanya untuk mendengar omonganmu yang ngawur.
Nurma : santi, (mencoba bangun)
Santi : jangan dipaksa dulu, tidur saja dulu ….
Nurma : tak apa, sudah terbiasa bagiku ……. Aku kuat ….. penyakit ini tidak akan aku biarkan mencetakku menjadi wanita lemah. Aku merasa ditantang oleh penyakit ini.
Santi : itulah yang menjadikan banyak orang mulai bosan memberikan perhatian padamu…
Nurma : bosan ? aku tidak butuh perhatian, kalau begitu kamu juga pasti telah bosan denganku, memang kelakuanku sudah banyak membuat orang kesal, santi, aku sekarang tidak akan menuntut banyak padamu …..
Santi : bukan begitu, akh sudahlah ……. Kita ganti topik pembicaraan …..
Nurma : tapi benarkah kamu mulai bosan denganku …..
Santi : nurma …..
Nurma : jawab santi ……
santi : aku bisa saja bosan padamu, tapi aku tidak akan membiarkan itu datang, apa lagi aku harus meninggalkanmu dalam keadaan yang seperti ini. Kita sudah seperti saudara. Tapi tolonglah, hargai juga perhatianku, aku juga ingin kamu tahu keinginanku. Aku ingin kamu bisa sembuh……
nurma : aku sudah banyak kehilangan orang-orang yang ku sayangi, entah karena memang kesalahanku atau memang karena dunia yang tidak adil padaku, haruskan juga aku kehilanganmu?
Santi : kamu sendiri yang berfikir aku akan meninggalkanmu, nurma, semenjak tujuh tahun yang lalu kita disatukan, berbagai persoalan kita hadapi, apa harus kita endingkan dengan semacam ini.
Nurma : aku sudah tak sanggup lagi ………….. tidak ada lagi motivasi, tak mampu lagi aku berikan arah pandangku pada cakrawala, separo hatiku telah mati dan sebagian besar nyawaku telah pergi, yang tertinggal hanya sisa tubuh yang sudah tanpa arti. Tak ada yang membutuhkanku.
Santi : kamu sendiri yang mematikannya ….
Nurma : sudah menjadi garis nasibku.
Santi : akh, aku pamit, aku bosan dengan materi pembicaraan yang itu-itu saja …..
Nurma : san……. Baik, kita ganti topic, tolong …… aku membutuhkanmu sekarang …
Santi : untuk apa lagi? Sudah tidak ada kata dariku yang mampu melunakkan hatimu, karena sudah hatimu sudah menjadi wadas.
Nurma : sudah 3 tahun aku hidup dalam ancaman penyakit sialan ini, aku sungguh menderita, namun penderitaanku sudah aku mulai sejak usiaku 16 tahun, aku benar-benar menjadi anak buangan waktu itu ketika seolah bapak ibuku sendiri tidak ada yang mengakuiku sebagai anak mereka, mereka lebih mementingkan ego sendiri, mencari kebahagiaan masing-masing. Kenapa harus bercerai? Mereka menganggapku belum cukup umur untuk unjuk bicara waktu itu. Aku muak, karena aku merasa tak dianggap sebagai anak. Aku ingin buktikan bahwa aku juga bisa dapatkan kebahagianku sendiri. Tapi masih juga mereka menganggapku salah jalan, dan benar-benar membuangku. Kalau saja mereka tahu keliaran gaya hidup yang aku ciptakan adalah sebagai bentuk protesku pada mereka.
Santi : kenapa harus kamu buka kembali cerita yang justru akan membuka luka kembali?
Nurma : itu baru sebuah prolog. San, jawab, apa salah apabila disisa hidupku sekarang inipun aku benar-benar ingin memanfatkan waktu yang sempit itu untuk kepuasan dan kenikmatan hidup?
Santi : maksud kamu?
Nurma : aku ingin capai semua kebahagiaan hidup sebelum ajalku
Santi : kamu ……..
Nurma : tapi sial, itupun juga membuat masalah lagi …… sant, hanya kamu sekarang yang bias membantuku ….
Santi : maksud kamu apa?
Nurma : dengan lelaki itu aku pernah menadapatkan kedamaian hidup yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya, cinta, perhatian …….
Santi : maksud kamu, albert ?
Nurma : ya, siapa lagi ……. Dan aku berfikir dengan lelaki inilah aku bisa jalani sisa waktuku yang sempit itu, tentu saja akan menjadi ending yang membahagiakan
Santi : syukurlah kalau begitu, kau sudah mendapatkan apa yang kau mau …..
Nurma : tapi ternyata tidak, itu menyisakan persoalan lain lagi. Aku mengadung anaknya sant ….
Santi : nurma …….
Nurma : iya sant, kamu pasti akan menyalahkan aku ……. Silahkan, tapi sant….. aku tak mau anak ini lahir dari rahimku ……. Aku tak mau anak ini lahir dari ibu yang sudah sekarat, bapak yang tidak jelas, dan yang aku tidak inginkan lagi adalah anak ini nanti akan menjadi sebatang kara di dunia.
Santi : lalu …..
Nurma : tolong sant, gugurkan ……
Santi : gila !
Nurma : biar dosa itu aku tanggung, tapi jangan biarkan anak ini juga menderita karena ulah orang tuanya. Kamu tidak mau bukan melihatnya sebatang kara di dunia?
Santi : seolah kamu yakin benar kamu akan pergi darinya !
Nurma : dari awal juga aku sudah begitu yakin !
Santi : lalu kenapa kamu hadirkan dia ?
Nurma : bukan niatanku
Santi : aku tidak mau!
Nurma : tolonglah san, kalau pun aku bisa lakukan sendiri, pasti sudah aku lakukan
Santi : otakmu sudah terbalik ya ………….
Nurma : terserah, tapi aku begitu memohon padamu san …..
1 : apa yang hendak kau cari pada hari menjelang maut? Bila telah tidak ada keberpihakan nasib padamu. Hanya membuka pintu-pintu maut yang lainnya. Apa yang hendak kau cari pada sisa usiamu? Bila makin tanpa arah kau berlari dan semakin tersesat.
Nurma : aku bisa menentukan jalanku sendiri, aku mempunyai hak untuk hidupku sendiri, aku tidak hidup hanya untuk menerima garis sial takdirku, aku punya kekuatan untuk melawan ketidak adilan nasib.
2 : tinggal beberapa saat, kau masih sibuk menghitung kebahagiaan, susun saja perta nggung jawaban semasa hidupmu. Waktu tinggal sesaat, seperti halnya sinar matahari menguning di senja menyambut malam gelap. Tinggal sesaat, dan waktu terus berputar
Nurma : memang waktu tidak di desain khusus untukku, aku tak peduli …..
3 : kenapa harus memaksakan kebahagiaan dengan caramu sendiri di waktu yang sangat sempit? Kenapa juga waktu tak berhenti meski hanya sesaat, unuk memberikan waktu bernafas lega. Tinggal sesaat, hidupmu menjadi buruan waktu yang semakin dekat
Nurma : kenapa harus menjadi nasibku?
4 : telah kau cetak sendiri setiap nasibmu, itu tanggung jawabmu. Terus melenggang, waktu terus melenggang meninggalkanmu, tanpa daya, karena kau makin tak berdaya …..
Nurma : karena itulah aku berhak atas kebahagiaan
5 : waktu telah habis, tak ada kesempatan…..
Nurma : sant, apa salah kalau aku juga ingin bahagia, apa salah kalau aku ingin memanfaatkan waktu yang sempit ini? Apa salah kalau aku ingin curahkan hak bahagiaku di sisa waktu? Aku menginginkan 60, 70, 80 atau bahkan seribu tahun usiaku, dan nampaknya aku tak bisa mendapatkannya, lalu apakah salah kalau aku ingin rekap kebagiaan-kebahagiaan itu. Aku ingin kecap setiap proses hidup dalam waktu singkat ….
Santi : Nurma, jiwamu akan makin sakit dengan keinginan-keinginan itu, jalani saja apa adanya. Ini peringatan dari Tuhan padamu.
Nurma : Tuhan tidak adil padaku….
Santi : nurma ……
Nurma : kenapa secara beruntun dalam proses hidupku aku selalu menelan kekecewaan, ketakutan, siksaan …… aku protes, aku juga ingin seperti yang lain ….
Santi : setiap manusia ditempatkan di posisi yang tidak sama.
Nurma : dan aku di posisi yang serba sial
Santi : masih banyak yang kurang beruntung …..
Nurma : kamu jauh lebih beruntung dari aku, kalaupun ada tawaran apa kamu mau berada di tempatku?
Santi : nurma, ikhtifar …….
Nurma : ( menangis ) memang benar waktuku hampir habis, tapi tidak bisakah di sisa usia ini aku tersenyum? sampai pada ajalku. Bahkan kau juga tidak mau membantuku, lalu apa lagi yang bisa aku harapkan dari sisa waktu yang yang sempit ini ……. Kamu benar-benar tidak mau membantuku san …….. san, jawab …….. kamu tega melihat penderitaanku yang tanpa ujung? San…… jawab san …..
Santi : maafkan aku …….
Suasana nglangut, nurma menangis
Santi : bukan maksudku untuk mengecewakanmu
Santi exit, nurma depresi
Musik mengalun
Beberapa saat kemudian nurma kesakitan kembali, tersungkur di atas ranjang, menahan sakit, terjatuh
Music
Masuk Rahmi membawa 2 gelas air minum
Rahmi : Susunya non, di minum duru. Lho mana mbak santi? Sudah pulang, wah sudah mbok buatkan minum segala je, yah terpaksa nanti mbok minum sendiri daripada mubazir.
(memegang nurma) mbak… bangun dulu…. Masih anget minumnya …….. mbak …… mbak….. mbak nurmaaaaaaaaa!!!!
Musik
selesai
Gepeng Nugroho. 2009
PASUNGAN
Di koridor ruang bersalin, seorang nenek keluar dari dalam ruang bersalin
Nenek : Nampaknya masih belum ada tanda-tanda, masih satu atau dua hari lagi, aku begitu kwatir dengan kondisinya, tak ada semangat sama sekali. ….
Music nglangut, melintas yem mengepel lantai koridor.
Yem : permisi bu
Nenek : aku hitung sudah empat kali hari ini kau mengepel lantai ini
Yem : maaf kalau mnegganggu bu
Nenek : sama sekali tidak, berapa lama kau bekerja disini
Yem : delapan puluh persen masa hidup saya telah saya abdikan untuk menjadi seorang batur, sejak umur sepuluh tahun saya sudah ngabdi, dan sejak itu saya mulai melalang buana untuk menjalani profesi saya menjadi seorang batur, dari satu juragan ke juragan yang lain, lintas kota dalam kota lintas propinsi. Sedangkan dengan bu bidan saya sudah 10 tahun, dari evaluasi perjalanan karier saya, di tempat inilah saya merasa paling kerasan,bagaimana tidak kerasan bu, la majikan saya itu orangnya jempolan, baik hati …..
Nenek : jawabanmu itu terlalu panjang, jawab saja 10 tahun, sudah…… ternyata kau terlalu cerewet
Yem : eeee… maaf, tapi ….. menjadi batur bukan duit saja yang saya cari bu, tapi juga pengalaman hidup, saya tidak akan capek dan berhenti untuk terus belajar dan bekerja untuk menambah khasanah pengalaman hidup saya, menjadi batur salah satunya, dan saya tak ingin menyimpannya sendirian, saya kan senang untuk berbagi pengalaman pad orang lain…
Nenek : sudah… sudah… sudah… lanjutkan saja pekerjaanmu, bicaramu terlalu banyak dan ngelantur, aku sedang nyaman mendengar ocehan yang panjang
Yem mengepel dengan kasar, lalu akan keluar ….
Nenek : eeeeeee …. Dimana bu bidan? Eeehhh… kamu ..
Yem : bicara dengan saya? Saya juga punya nama, yem…… tapi kali ini saya sedang tak nyaman bicara dengan orang
Yem exit
Nenek : tak sopan, batur kurang ajar ….. pikirannya sudah geser, tak punya sopan santun, memangnya dia pikir bicara dengan siapa? Baru kali ini bertemu dengan orang seperti itu…. Tapi kerjanya cukup bagus, tak dibiarkannya debu menempel di tempat ini, lumayan untuk pelayanan prima sebuah rumah bersalin.
Masuk wardani
Wardani : belum ada tanda-tanda nek?
Nenek : lo… jam segini kamu sudah pulang dari kantor?
Wardani : hehe… saya membolos nek, pikiran saya tertuju pada paramita terus. Bagaimana nek, ada perkembangan …
Nenek : belum juga …..
Wardani : paramita tidur nek?
Nenek : sudah dari sejak kemarin, tidak mau dia beranjak dari tempat tidur, barangkali beban yang ada dalam pikirannya yang membuatnya malas beranjak. Sebenarnya tak baik juga dengan proses melahirkannya nanti kalau dia seperti itu terus…. Nenek jadi begitu kwatir padanya
Wardani : dia mau makan nek?
Nenek : harus dipaksakan ………
Paramita : (dari dalam) nek …….
Nenek : paramita…. Kenapa nduk? Dia terbangun, coba kau bujuk dia untuk bisa bersemangat ……. Wardani ada disini nduk…..
Wardani masuk dalam kamar
Paramita : apa kabar?
Nenek : semoga dia bisa membujuknya …… persahabatan mereka sudah berlangsung lama, sejak ada di bangku smp perkenalan mereka awal, kemudian selalu duduk bersebelahan satu meja. Sampai SMA pun mereka jadi satu, barulah ketika kuliah mereka berpisah, wardani melanjutkan di jogja dan cucuku paramita tetap dikota ini. Wardani berhasil menyelesaikan S1 nya tapi cucuku ini …………. Baru sampai beberapa semester … sudah ….. itulah yang membedakan kemudian antara mereka …… paramita … kami mempunyai angan-angan yang tinggi padamu nduk …… tapi ………
Wardani : (dari dalam) nek, bukankah tak baik terus-terusan tidur menjelang kelahiran?
Nenek : oh… iya …… paramita.. menurutlah yang dikatakannya……. Biar nanti dalam proses kelahiran lancer kamu harus banyak bergerak, toh ternyata masih belum akan melahirkan …….
Paramita : aku malas …..
Wardani : tak boleh begitu …. Ayo bangun ……..
Paramita : tapi dan …….
Wardani memapah paramita keluar
Nenek : nah begitu ….. dari kemarin nenek kan ingin kamu bisa bersemangat. Tenang saja , tak usah gelisah, sepertinya anakmu belum akan keluar hari ini, sepertinya besok ……. Wajar ketika kelahiran anak yang pertama ada semacam kecemasan dan ketakutan, tapi percayalah semua akan baik-baik saja….. justru kamu harus perbanyak untuk bergerak agar menambah lancar prosesnya nanti …….. nenek juga sudah tiodak sabar menunggu kehadiran buyut pertama, ternyata aku sudah begitu tua, bersyukur sekali aku masih bisa diberi kesehatan untuk menimang buyut-buyutku ……..
Paramita : justru aku tak inginkan anakku ini lagir saat ini nek………
Nenek : paramita …………..
Wardani : lho …… tak boleh begitu mit ……..
Paramita : untuk apa? Siapa yang bangga dan senang? Aku sama sekali tak bangga dan senang dengan kelahiran anak ini …. Siapa sebenarnya yang mempunyai kepentingan atas anak ini ….. percuma …………
Wardani : semua orang menginginkan bayi itu lahir …….
Paramita : siapa yang kau maksud? Aku sebagai orang tuanya saja belum siap menerimanya, karena aku tak inginkan bayi ini lahir tanpa kecupan dari ayahnya untuk pertama kali………
Nenek : mita.. ada nenek ….. jangan berfikiran seperti itu……
Paramita : aku menginginkan ayah dari bayi ini ………
Wardani : mita, semua akan baik-baik saja…… jalani dan hadapi saja dulu yang ada di depan mata, anakmu sekarang membutuhkan semangatmu. Dia punya hak untuk melihat dunia dengan penuh senyuman, jangan kau ambil haknya…..
Paramita : lalu apakah aku tak mempunyai hak untuk menjadi seorang seorang ibu sekaligus menjadi seorang istri, tak punya juga hak kah suamiku untuk menyebutnya anak? Lalu apakah orang lain berhak untuk memisahkan kami?
Wardani : barangkali sekarang bukan waktunya untuk menuntut hakmu, kau akan capek dan kesakitan, carilah jalan lain, atau kau ikuti saja jalan yang diberikan oleh mereka. Sulit memang, namun percayalah, suatu saat kau akan bisa menyesuaikan dengan sendirinya
Paramita : bagaimana kalau kau ada diposisiku?
Wardani : Mita ……….
Paramita : aku bakal tak sanggup untuk membesarkan anak ini nantinya, karena selalu aku akan teringat pada ayahnya, karena dia adalah monument cinta kami, dan akan lebih tak sanggup lagi kalau dia nantinya menanyakan dimana dan siapa ayahnya
Masuk ny. Sulastri dan yuwanita
Ny sulastri : katakana padanya, ayahnya lari dari tanggung jawab, dan tak pantas untuk di tiru, apa lagi menirunya, mengenalnya saja jangan !
Nenek : datang-datang langsung angkat bicara, tak tahu aturan …….
Paramita masuk, di susul oleh wardani
Nenek : nduk, kenapa masuk lagi kekamar? Kamu harus banyak bergerak…. Aaahhh semua ini gara-gara kalian, dia sudah mau untuk beranjak dari tempat tidur, di butuh olah raga, sebentar lagi dia dituntut dengan kondisi yang prima, kehadiran kalian malah mengacaukan semuanya, apa kalian mau bertanggung jawab apa bila terjadi sesuatu padanya?
Ny sulastri : bu, aku ini ibunya, aku juga mempunyai tanggung jawab padanya, aku juga pernah melahirkan, dan aku tahu bu apa yang harus aku lakukan untuk anakku, ibu istirahat saja dulu, pulang ke rumah, biar nanti diantar oleh yuwanita. Yuwan, kemasi barang-barang nenekmu, lalu antar pulang
Nenek : aku tak mau pulang…. Eehhhh …. Yuwan…. Jangan masuk, kehadiran kalian bikin pikiran cucuku tak tenang saja, aku mau tetap disini menunggui cucuku, kalian saja yang pulang, paramita juga merasa tak nyaman dengan kalian
Yuwanita : nek jangan memperuncing persoalan, kami masih memperhatikan paramita, kalau kami tidak memperhatikannya kenapa juga kami ada disini sekarang, nenek istirahat saja dulu.
Nenek : jangan juga kalian mengaturku, cukup sudah kalian telah mengatur cucuku yang justru memporak porandakan kehidupan paramita, kau lebih tahu yang harus ku lakukan. Aku lebih duluan mengenal dunia ini dibandingkan kalian.
Ny. Sulastri : bu, tolong hargai saya sebagai orang tuanya, seharusnya ibu juga mendukung kami, yang selama ini yang kami lakukan adalah demi paramita.
Nenek : itu sungguh menjadi tindakan yang gila, membiarkan dia menderita selama ini apakah bisa dikatakan demi kebahagiaannya. Masih bersikeras memakskan kehendak kalian dengan hidup paramita sekarang ini?
Ny. Sulastri : dia akan baik-baik saja dan bisa keluar dari kesulitan yang dihadapinya saat ini. Ini bukan hanya menjadi masalahnya, namun juga masalah keluarga, masalah kita, dan semua ini yang menyebabkannya adalah dia sendiri. Dan untuk saat ini baru unu yang mnejadi solusi terbaik baginya, tidak akan berlangsung lama…
Nenek : apa kau bisa mnejaminnya? Sedangkan yang terjadi selama ini justru keputusan-keputusan dan perlakuanmu pada nya adalah salah….
Ny. Sulastri : saya tahu apa yang harus saya lakukan bu …….
Ny sulastri akan masuk ke kamar.
Nenek : jangan ganggu dia
Ny sulastri : dia anak saya bu.
Masuk
Nenek : ibu macam apa kamu ……
Yuwanita akan menyusul masuk
Nenek : eeehhhh.. kamu jangan ikut masuk. Tetap di luar, duduk !
Yuwanita duduk
Nenek : dia ndak suka denganmu….
Yuwanita : nenek itu bagaimana sih, seharusnya nenek dapat membantu membina kerukunan keluarga, tapi malah …………
Nenek : eh eh eh ……. Jadi kamu menyalahkan nenekmu ini?
Yuwanita : aaaaahhhhhh ……….
Beberapa saat sunyi
Nenek : suamimu tak ikut kemari?
Yuwanita diam
Nenek : eh.. aku bicara padamu…
Yuwanita : tidak, dia sibuk
Nenek : aaahh…. Dia terlalu sibuk, apa tak ada waktu untuk keluarga?
Yuwanita : suami saya itu bisnisman nek, jadi yaw ajar kalau memang sibuk, saya begitu memahaminya, ya kalau mau mikir maju, kaya resikonya memang waktu untuk keluarga banyak yang tersita.
Nenek : tapi ya setidaknya tetep ada waktu bagi keluarga
Yuwanita : ada, masih tetep ada
Nenek : kapan …..
Yuwanita : yang pasti bukan sekarang …
Nenek : alasan, lalu apa yang dicari selama ini kalau tak ada waktu untuk keluarga… keluarga itu diatas segalanya….
Yuwanita : nek, kami tahu apa yang harus kami lakukan, nyatanya selama ini kami baik-baik saja.
Masuk bidan
Bidan : sudah pada kumpul nih, sabar ya ….
Yuwanita : bagaimana bu bidan, ada perkembangan?
Bidan : masih menunggu mbak, belum ada perkembangan……. Mungkin masih besok…..
Bidan masuk, beberapa saat ny sulastri dan wardani keluar kamar
Wardani : saya harus pamit dulu, harus pulang lagi kekantor …….
Ny sulastri : baiklah, hati-hati di jalan, salam untuk keluarga
Nenek : eehhh… kenap hanya sebentar, kalau ada waktu lagi tengoklah paramita ya
Wardani : mungkin besok saya kemari lagi, semoga sudah bisa membopong keponakan
Yuwanita : mampirlah juga kapan-kapan kerumah dan
Wardani : ya, kapan-kapan mbak saya sempatkan, masih di tempat yang dulu kan?
Yuwanita : iya, tapi kamu akan sedikit pangling, karena sudah direnovasi beberapa waktu lalu, sudah menjadi 2 lantai, pagar depanpun sudah tinggi.
Wardani : iya…. Wah jadi penasaran seperti apa sekarang rumahnya, sebelum direnovasi saja sudah luar biasa, apa lagi sekarang …… ya udah… mari …….
Wardani exit
Ny. Sulastri : sudah mapan dia sekarang….. nasibnya baik. Ahhhh… harusnya paramita juga bisa seperti dia, kalau dia dulu nurut dengan orangtua, tentu saja orang tua tak menginginkan anaknya hidup sengsara.
Nenek : sudah… setiap manusia mmpunyai jalan hidup masing-masing….
Ny. Sulastri : tapi tak boleh pasrah dengan nasib, kalau saja paramita mau nurut selama ini, kalau saja dia bisa membawa diri dengan baik ………. Paramita selama ini lebih pinter dari pada wardani, lebih cantik, dan bisa dikatakan juga lebih beruntung karena memiliki keluarga yang lebih dibandingkan dengan wardani, tapi akhirnya ??? apa kah dengan kondisi yang sekarang ini bisa dikatakan telah menjadi suratan takdirnya… ini semua tak akan terjadi kalau dia tidak melakukan kebodohan-kebodohan sebelumnya …….
Nenek : jangan hanya melihat sisi kesalahannya saja, lihat juga dirimu, kamu juga mempunyai andil dengan keadaannya sekarang.
Ny sulastri : sama sekali saya tak merasa tidakan yang selama ini saya ambil adalah salah, ini adalah yang terbaik untuk paramita dan kita semua
Nenek : kau katakana memisahkannya dengan suaminya adalah jalan yang terbaik yang bisa ditempuh?
Ny Sulastri : sejak awal saya sudah tidak menyukai dengan lelaki itu, apa yang bisa diharapkan dari lelaki itu, rukmo tida cocok menjadi suami paramita, jauh dari harapan
Nenek : tapi mereka sudah saling menyayangi, sudah menjadi suami istri dan sekarang akan segera lahir anak mereka.
Ny Sulastri : saya lebis suka kalau anak itu tak mempunyai bapak dibandingkan harus memiliki bapak yang tidak karuan!
Nenek : nyebut, nyebut lastri ……
Ny Sulastri : sama sekali saya tak memiliki bayangan kalau hidup paramita seperti sekarang ini, ini adalah mimpi buruk ……….. saya mempunyai cita-cita besar pada semua anak-anak saya bu…. Dan lelaki itu yang yang telah menghancurkan semuanya, berandalan itu itu bu…. Kenapa paramita harus kenal dengan lelaki itu ……. Semoa orang tua yang memiliki anak gadis pasti tidak rela kalau anaknya bersuamikan laki-laki yang tak jelas masa depannya dan semrawut…. Saya bisa mencarikan laki-laki lain meski dia sudah janda sekalipun, pasti ada yang masih mau pada paramita dan pasti lebih baik dari si rukmo suaminya.
Nenek : lastri ………
Masuk maharani dengan kursi roda di dorong oleh pembantunya
Maharani : nenek……
Ny. Sulastri : lihat bu, anak-anakku yang sudah nurut denganku, nasibnya beda dengan paramita sekarang.
Maharani : ada apa ini bu, nek……
Nenek : ibumu sedang berkotbah mengenai hidup …
Ny sulastri : bu ….
Nenek : sudah aku tak ingin berdebat
Nenek duduk disudut ruang
Yuwanita : mbak, mas darman tidak ikut?
Maharani : biasanya juga begitu, tak usah kau tanyakan dia
Yuwanita : memang kaum laki-laki, super sibuk, sedang ada proyek besar rupanya….
Maharani : aahhh …..
Yuwanita : suamiku mau beli mobil baru lo mbak, sebenarnya sudah mau dari kemarin-kemarin, tapi kemarin untuk biaya renovasi rumah dulu, kan tidak sedikit….. kapan nih mas darman ganti mobil, sudah ganti model lo mbak.
Ny. Sulastri : kalian kalau minta sesuatu pada suami kalian harus lihat sikon lo ya, jangan malah bikin suami kalian jengkel dengan permintaan-permintaan kalian.
Yuwanita : ini malah suamiku sendiri ynag mempunyai keinginan, aku hanya memberikan referensi saja kok bu merk dan model apa yang baik dan keren.
Nenek : bicara kalian hanya seputaran kemewahan saja, kalian sama sekali tak memperhatikan kondisi adik kalian
Yuwanita : itu salahnya sendiri nek…
Ny. Sulastri : sudah jangan berdebat dengan nenekmu
Masuk yem
Yem : maaf nyonya, mobil merah didepan punya siapa ya?
Maharani : punyaku, kenapa bu?
Yem : mohon agak sedikit di geser, ada mobil lain yang mau masuk, saya tengok supirnya kok ndak ada
Maharani : (pada pembantu) nur, pasti si karjo ngelayap lagi, coba dicari di warung sekitar, hobbynya kan ngeluyur diwarung
Pembantu : iya nyah..
Pembantu exit
Yem : wah hari ini keren, rumah bersaln ini banyak kedatangan tamu bermobil, top top lagi mobilnya, wah dulu aku juga mempunyai cita-cita untuk jadi orang kaya, mudah-mudahan setelah jadi pembantu dirumah sakit bersalin ini, aku bisa jadi bidan
Keluar bidan dari dalam kamar
Yem : bu, ada tamu lagi baru datang
Bidan : siapkan kamar, di sebelah pojok
Yem : sudah, sudah saya antar kedalam kamarnya, dan nampaknya akan segera melahirkan
Bidan : segera aku kesana kalau gitu, siapkan air hangat untuk siben bu paramita, dan siapkan juga di kamar pojok tadi.
Bidan exit, yem exit
Ny sulastri di ikuti maharani masuk kamar
Yuwanita : nek, sudah makan? Kita nyari makan yuk keluar
Nenek : aku tidak lapar, kamu saja sana sendiri yang makan
Yuwanita : yang penting kan nenek, aku belum lapar nek
Nenek : ya sudah….. nenekmu ini sudah terdidik untuk menahan lapar, dan tak mudah untuk lapar.
Masuk janah dan rini dengan menjinjing plastic kresek
Janah : permisi mbak …….
Yuwanita : mau apa kalian kemari?
Nenek : yuwan, tak sopan dengan orang tua..
Janah : nek, saya ingin ketemu paramita menantu saya nek ….
Nenek : sebaiknya jangan dulu, jangan sekarang…..
Janah : kenapa nek, kami kangen dengannya, sekaligus kami juga ingin menengok cucu kami..
Yuwanita : buat apa? Tak perlu ditengok, sudah ada keluarganya yang menjagainya… dan lebih menjamin ….
Janah : tolonglahlah mbak ……..
Yuwanita : kehadiran kalian tak dibutuhkan disini, pergi saja !
Rini : jangan kasar mbak dengan orang tua mbak!
Yuwanita : lalu kenapa, tak terima?!
Keluar ny sulastri.
Ny. Sulastri : kenapa berisik…… ooohh…ada kalian rupanya?! Kenapa lagi? Mau mengganggu ketenangan keluarga kami?
Janah : maafkan kalo saya berani lancang, tapi kali ini saya memberanikan diri untuk mendapatkan hak saya, ijinkan kami dapatkan pengganti dari anak kami yang telah hilang, kami berjanji akan merawat cucu kami dengan baik, tidak akan kelaparan. Dia telah menjadi bagian dari hidup kami, tolong… kami mohon …
Ny. Sulastri : apa? Tak salah dengar aku? Berani sekali….. malapetaka apa lagi yang akan mereka berikan pada keluargaku…… tolong, sebelum kesabaranku habis, pergi kalian dari tempat ini, dan biarkan keluarga kami tenang tanpa gangguan dari kalian lagi…
Janah : maaf kalau kami mengganggu, tapi apa salahnya kami mempunyai keinginan semacam itu, cucu kami adalah juga darah daging kami…
Ny. Sulastri : semoga cucuku nanti tak memiliki darah kotor keturunan kalian, dan menjauhlah juga dari kehidupan anak dan cucuku
Janah : sehina itukah kami dimata kalian?
Keluar dari kamar paramita disusul Maharani
Paramita : ibu…..
Ny. Sulastri : paramita masuk !
Janah : apa kabar nduk
Ny. Sulastri : dia anakku, tak boleh ada orang yeng memanggilnya sembarangan!
Janah : tapi dia juga menantu saya, sama halnya dengan anak saya, apa salahnya kalau ….
Ny. Sulastri : tinggalkan tempat ini, tak ada yang bisa sembarangan lagi dengan keluargaku !
Rini : kita pergi mak, percuma bicara dengan orang-orang berhati batu seperti mereka
Yuwanita : nah nakamu saja tahu apa yang terbaik harus dilakukan
Rini : kami juga terpaksa datang ketempat ini, kami juga muak dengan keluarga kalian !
Janah : rin……
Yuwanita : dasar gembel…… tak pantas kamu bicara seperti itu…
Paramita : kalian sama sekali tak pernah menghargaiku, dia juga keluargaku
Ny. Sulastri : keluarga ? aku malu mempunyai hubungan kerabat dengan mereka, paramita, cukup sudah kesalahan masa lalumu ….
Masuk bidan
Bidan : tolong, saudara-saudara bisa tenang, ada yang mau melahirkan ……
Suasana tenang sesaat
Bidan exit
Nenek : ini dirumah bersalin, jangan sembarangan kalian mengeluarkan suara kalian, jangan ada umpatan-umpatan, tak baik bagi perkembangan mental bila didengar oleh jabang bayi
Janah : kami hanya minta yang juga menjadi hak kami nek …….
Ny. Sulastri : kamu tak mempunyai hak apa-apa dengan anakku, juga cucuku nanti… kalianlah yang telah menghancurkan kebahagiannya, sekarang kalian minta hak kalian, sekarang kalian hanya berhak untuk diam dan mempunyai kewajiban untuk tidak lagi mengganggu keluarga kami…
Rini : kalian yang justru telah mengahncurkan hidup keluarga kakakku, teganya kalian merampas kebahagian mereka, begitu kejam telah membuat anaknya sendiri menjadi janda….. orang tua macam apa anda ini? Belum cukup juga telah mengakibatkan mas narto masuk bui …
Yuwanita : memang bajingan itu pantesnya masuk bui !
Paramita : mbak jangan sebut suamiku bajingan!, dia tetap suamiku dan bapak dari anakku.
Ny. Sulastri : dia bukan lagi suamimu, sebentar lagi perceraian kalian akan selesai diurus, dan anakmu nanti tak akan memilki ayah yang seorang penjahat….
Paramita : ibu… (menangis) tak kan aku biarkan seperti itu, aku tak mau, bagaimanapun dia tetap suamiku, aku yakin mas narto tak bersalah, barangkali dia di jebak, dia bukan lagi penipu dia telah berusaha menjadi orang baik, demi aku dia telah merubah hidupnya …. Bu (pada janah) tolong katakana pada mereka, bahwa suamiku sudah mulai berubah……..
Janah : semoga kau baik-baik saja nduk, jaga kesehatan, dan jaga juga cucu ibu…… kita pulang rin ……
Paramita : bu…. Mas narto anak ibu bukan orang jahat, dia sudah berusaha menjadi orang baik … dia sudah buktikan padaku dengan banyak hal ……….
Bidan masuk
Bidan : tolong sekali lagi, harap tenang…. Ada yang akan melahirkan… butuh ketenangan !
Beberapa saat suasana tenang
Nenek : ini tempat bersalin, tak bisa sembarangan kalian teriak-teriak
Ny. Sulastri : nyatanya dia tetap saja seorang bajingan, penjahat, tidak bisa membuktikan bahwa ada niatan untuk berubah, bukankah ibu telah juga berikan kesempatan padanya…… ibu punya harapan besar pada anak-anak ibu, aku ingin anakku malanjutkan kewibawaan keluarga. Sungguh tak enak menjadi orang miskin. Apakah salah cita-cita ibumu ini. Dan ibu sungguh kecewa denganmu
Nenek : kebahagiaan tidak dapat diukur dengan harta ….
Ny. Sulastri : itu teori dari orang yang tak mampu meraihnya. Hanya untuk menghibur diri saja. Nyatanya, anakku yang lain mengerti benar tentang kebahagiaan yang kongkrit.
Nenek : suaramu makin tidak enak di dengarkan, . Sulastri, kau pikir siapa dirimu? Kau lihat ulang latar belakangmu. Lihat aku. Siapa aku? Apa kau telah lupa juga siapa aku? Atau aku yang telah lupa pada diriku sendiri, yang aku ingat dulu aku ini juga orang miskin, yang kemudian mendapatkan keberuntungan dengan dinikahinya anakku oleh seorang raden, lalu ikutlah wanita ini menjadi keluarga ningrat……. Sulastri, apa benar ingatanku ini? Sekarang anakku yang istri seorang raden itu kemudian benar-benar lupa daratan dan mabuk dengan apa yang diperolehnya. Aku sungguh kecewa denganmu sulastri.
Ny. Sualstri : kita tidak akan maju apabila hanya selalu flashback ke masa lalu, biar masa lalu itu tetap menjadi masa lalu,bukan menjadi batu sandungan untuk masa depan. Bu, bukankah dulu juga ibu selalu menginginkan aku sebagai anakmu dapat menjadi lebih baik daripada ibu, apa salah kemudian kalau aku menjadi istri dari keluarga ningrat? Apa salah kemudaian kalau aku juga menginginkan anak-anakku juga bisa bernasib sepertiku?
Nenek : tidak salah, memang harus demikian…. Namun perlakuanmu pada sulastri adalah salah, kau telah memasung dia, menyiksa hidupnya, dia memiliki konsep hidup dan memandang kebahagiaan dari sisi yang berbeda.
Sulastri : tahu apa dia tentang hidup, aku, ibunya yang lebih tahu… dan memang harus dipaksakan…. Ini semua sekali lagi adalah demi kebaikannya …… ibu tak perlu kawatir, aku yang bertanggung jawab pada semua yang terjadi pada anak-anakku.
Nenek : mereka juga menjadi tanggung jawabku …..
Suasana diam
Maharani : (dari dalam) paramita…. Jangan nekad ……
Keluar paramita dari kamar bersalin dengan menjinjing tas besar
Nenek : looo… mau kemana kamu nduk?
Ny. Sulastri : paramita ……..
Menahan paramita
Ny. Sulastri : kebodohan apa lagi yang kamu perbuat? Mau kemana kamu?
Paramita : yang pasti keluar dari tempat ini….. tak perlu dicari, karena aku hanya menjadi beban dan mencemari keluarga.
Ny. Sulastri : kamu tak sadar dengan kondisimu…. Kamu sudah akan melahirkan….
Nenek : pikiranmu harus tenang nduk …….
Maharani : paramita, berbahaya ………
Paramita : tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku bisa menjaga diriku sendiri, dan calon bayi dalam kandunganku…… aku ingin dengan iklas melahirkan bayi ini…….. maka bukan ditempat ini, juga tanpa kalian …….. bayi ini tidak boleh dilahirkan diantara kebencian-kebencian terhadap ayahnya……. Aku telah capek dengan kondisi ini, namun demikian aku memang harus memberikan kesempatan pada anakku untuk dapat melihat dunia dan tanpa hasutan atau kabar buruk tentang ayahnya. Aku kecewa dengan kalian ……
Ny. Sulastri : paramita ! jangan lakukan kebodohan lagi …..!
Paramita : biarkan aku pergi ….
Ny. Sulastri : kamu akan melahirkan !
Yuwanita : ……. Jangan ngawur…. !
Terjadi keributan, semua mencegah paramita
Paramita : aku mohon …….. biarkan kali ini aku menentukan jalan hidupku sendiri, aku tak menuntut banyak kali ini…. Anggap semua yang selama ini terjadi adalah memang salahku….. dan aku yang akan menanggung semua akibatnya…. Yang sekarang ini aku alami adalah memang sebagai dampak dari keputusan-keputusanku yang lalu….. tapi tolong ijinkan aku kali ini untuk menjalani hidup dengan caraku sendiri ……
Nenek : sudah puas kamu sekarang sulastri ……. Sama sekali aku tidak pernah menyalahkan keinginan-keinginanmu pada anak2mu ….. tapi cara yang kamu tempuh itu salah…… segeralah menyadari kesalahan itu ……….
Paramita lari, beberapa langkah terhenti, kesakitan
Nenek : paramita…. Eh… cepat kalian tolong dia, papah dia…
Semua ribut, paramita dipapah kedalam kamar……..
Ny. Sulastri : yuwan panggilkan bu bidan
Masuk yem
Yem : ada apa ini? Tolong jangan ribut, nanti bu bidan marah lo …..
Yuwanita : dia sudah ……… tolong panggilkan bu bidan
Yem exit, semua masuk kedalam kamar, yem keluar, yuwanita keluar dari kamar
Yem : bu bidan sedang juga menangani persalinan, sebentar lagi selesai…..
Yuwanita : suruh cepat dong !
Yem : ya ndak bisa ……
Nenek : eeehhhh ….. ayoooo… semua keluar…… biar aku sendiri yang menunggui paramita….. yang dia butuhkan saat ini adalah ketenangan……
Semua exit, nenek masuk lagi kedalam kamar
Suasana gelisah
Maharani : seharusnya semua ini tidak terjadi …… apa yang disampaikan nenek ada benarnya bu
Ny. Sulastri : tidak usah dibahas lagi! Lagian seharusnya kamu tak berkata seperti itu. Kamu kan juga merasakan manfaatnya sekarang ….. kamu tidak akan seperti sekarang ini kalau tidak nurut dengan ibu….. kamu bahagiakan dengan kondisi saat ini?
Maharani : kondisi yang bagaimana bu?
Ny. Sulastri : kondisi yang bagaimana? Ya dengan kemewahanmu, kesejahteraan… kebahagiaan ……..
Maharani : juga dengan kelumpuhanku ini?
Ny. Sulastri : itu musibah …….. tak bisa kita hindari musibah ……..
Maharani : selama ini banyak hal yang aku sembunyikan, apakah bahagia apabila selama bertahun-tahun hidup diatas kursi roda? Apakah bahagia kalian setiap hari, setiap menit, setiap detik mengalami ketakutan dan kekalutan? Hampir setiap malam datang mimpi-mimpi buruk…. Yang menyedihkan, siksaan itu ada karena berasal dari orang yang seharusnya memberikan perlindungan dan kebahagian padaku … Suamiku ……. Dia beda dengan yang kalian lihat dan pikirkan selama ini ……..
Ny. Sulastri : maksudmu ?
Maharani : kelumpuhan ini bukan karena sebuah kecelakaan…. Tapi ………..
Ny. Sulastri : tapi apa ran?
Maharani : memang sengaja aku tutupi kondisiku selama ini pada ibu dan keluarga, karena aku begitu menghormati mas darman, biarlah mas darman selalu baik di depan keluarga, karena pikirku tak perlu seluruh keluarga ikut sedih dengan melihat kondisiku.
Ny. Sulastri : apa yang dilakukan darman padamu ran?!
Maharani : menjadi istri keduanya pada awalnya tidak menjadi masalah bagiku, karena memang diawal pengakuan mas darman kepada kita istrinya yang memeng brengsek meninggalkannya, selingkuh dengan lelaki lain …… aku tidak menyalakan ibu yang sangat getol menjodohkan aku dengannya, karena memang kita ternyata sama-sama tertipu, ternyata istri pertamanya meninggalkan mas darman karena memang sifatnya yang ….. yang seperti binatang….. ringan tangan ….. dan … pola seks yang menyimpang….. maniak ….. dia akan puas kalau istrinya ketakutan …… oleh karenanya setiap hari perlakuan kasar menimpa padaku …….. lumpuhku bukan karena jatuh dikamar mandi….. tapi karena ………..
Ny. Sulastri : kenapa baru sekarang kamu katakan semua ini ? kenapa ran?
Yuwanita : Mbak …… kenapa tak laporkan saja ke polisi ………..
Ny. Sulastri beranjak
Maharani : mau kemana bu?
Ny. Sulastri : melaporkan bajingan itu!
Maharani : bukan niatku menceritakan ini semua agar ibu membenci mas darman atau kemudian menyeretnya ke penjara, tapi setidaknya biar ibu tahu bahwa semua yang ibu lihat dan nilai itu benar. Ibu salah menilai mas darman, bisa jadi ibu juga salah menilai narto, suami paramita.
Ny. Sulastri : tapi dia seorang perampok ……….. kurang bukti apa lagi untuk menunjukan kebusukannya
Suasana hening, ny. sulastri terduduk di kursi. Beberapa saat bu bidan masuk kamar bersalin
SONG
Suara bayi
Black out
Paramita menggendong bayi
Paramita : kamu harus bersabar nak, itu ujianmu diawal tarikan nafasmu di dunia, bersabar mendapatkan kecupan dan kasih sayang dari ayahmu. Yakinlah, ayahmu sebentar lagi akan bersama-sama kita. Jangan dengarkan kata orang, tapi dengarkanlah selalu ibu, ayahmu bukan orang jahat, dia telah menunjukan niat kerasnya untuk memiliki ibumu ini dan menjadi ayahmu sepenuhnya. Untuk mendapakan pengakuan itu lalu dia harus merampok. Kamu boleh persalahkan ayahmu dengan tindakan salahnya itu, tapi jangan kurang kadar kecintaan dan hormatmu pada ayahmu nanti …….
Fade out
SELESAI
Gepeng Nugroho, 2010